Sabtu, 26 September 2020

Home Education (14) - Membaca

CM sangat detail dengan proses mengenalkan pelajaran ke anak-anak. Setelah di awal menekankan habit training yang akan menjadi pondasi semua proses, masuk ke belajar mengenali huruf, lalu suku kata, kata, membentuk kalimat pendek, dan sekarang mulai membaca. Dan semua-semuanya selalu ditekankan bahwa fokusnya adalah anak, dan proses pembelajaran situasinya haruslah menyenangkan.

Anak haruslah belajar membaca dengan cara membangun kebiasaan baik, dengan penuh perhatian, tidak menganggap remeh atau ogah-ogahan. Penting  bagi anak untuk menikmati pelajaran membacanya, ketika dia merasa berhasil menyelesaikan bagian yang direncanakan akan ada rasa percaya diri. Proses belajar membaca ini harus dilakukan dengan benar sejak awal, cara mengucapkan haruslah tepat dan jelas.

Resitasi adalah cara yang disarankan dalam proses membaca dengan anak. Ini juga disebut dengan seni anak-anak, karena sebenarnya resitasi sudah ada dalam diri anak-anak, tinggal menunggu waktu dan cara untuk dibangkitkan. 
Bacaan anak menjadi indah karena dia mendapat makna apa yang dibaca. Tapi ini bukan tentang indah-indahnya, melainkan anak tau cara menekankan kata-kata.
Read aloud termasuk resitasi.
Resitasi melatih anak menghidupkan bacaan. 

Sejujurnya kata resitasi sangat asing buatku. 
Kemarin di sesi diskusi sempat disebut: "membaca seperti Landong Simatupang mambaca cerpen"
Ketika aku mencari tau di youtube, jadi paham sehidup apa bacaan itu ketika pak Landong ini membaca. Ada yang menyebutnya dengan membaca dramatik.

Tapi kembali ke pembahasan sebelumnya, bahwa resitaasi bukan soal indah-indah membaca, tapi keindahan itu muncul sebagai konsekwensi alami karena anak mendapat makna dari apa yang dibacanya.
Terbiasa dengan hal ini akan membuat anak tumbuh menjadi manusia dewasa yang bisa berbicara efektif di depan umum.

Anak juga perlu dilatih untuk menghafal. Tapi bukan menghafal seperti zaman aku sekolah dulu, yang dilakukan demi mengerjakan soal. Ternyata untuk menyimpan sesuatu di ingatan anak(menghafal), tidak harus selalu mengambil waktu khusus. Misalkan puisi. Membacakan ke anak secara berulang sambil melakukan aktifitas umum bersamanya (memandikan, menyisir, ketika dia bermain, dll) bisa membuat anak menghafal puisi yang tidak pernah dibaca secara khusus.

Di bagian ini aku teringat Ben dan Liv dengan puisi di CF-Meeting:

Ku lihat yang bicara, dengar dengan seksama
Ku duduk dengan tegak, bak tentara yang sigap
Aku takkan mengganggu, kan waspada tak lengah
Aku akan bertanya, agar aku mengerti
Komitmen sangat penting jagaku dari bahaya
Agar ku tetap ingat, ulangi lebih cepat

Membacakan (read aloud) ini berulang ketika mereka sedang bermain, atau ketika kami sedang berjalan, atau waktu luang singkat lainnya. Liv yang juga mungkin belum tau itu tentang apa pun bisa menghafalkan tanpa bantuan. Ben mungkin karena usia lebih besar, lebih kritis dengan setiap kata. Dia menanyakan arti setiap kata asing yang dia dengar, setelah dia memahami arti setiap baris, barulah lebih cepat baginya dengan hidup membacakannya.

Memiliki piliran terbuka untuk secara bebas menerima kesan yang menarik lebih penting daripada melakukan upaya sadar menghafalkan bait-bait puisi/bacaan.

Ada bagian yang mengingatkan bahwa aktivitas otak yang tidak disadaripun bisa menyebabkan keausan jaringan otak, jadi jangan berlebihan melakukannya, dan jangan mulai sampai anak berusia enam tahun. Selama 6 tahun itu jangan bebani pikiran anak.
Ups,.. hold dulu buat Liv kalau begitu. 😀 seru-seruan aja buat Liv.

Dalam menghafal, ada latihan kebiasaan mengingat.
Menghafal ini adalah proses mengisi pikiran anak dengan hal-hal yang menolong dia untuk karakter masa depan, jangan membuang waktu dengan mengisi pikirannya dengan omong kosong. Tidak boleh membuatnya kewalahan, tapi juga jangan menyia-nyiakan kesempatan.
Whew..! Harus berhikmad yah. Kenali anakmu wahai Ibu,.. perhatikan setiap responnya.. 😄 #selftalking

Untuk anak usia 8-9, pendidik perlu memastikan anak terus mengembangkan kebiasaan membaca dan memastikan anak tidak terjerumus dalam kebiasaan membaca yang buruk.
Kebiasaan membaca perlu dibangun sejak dini. Segera setelah anak bisa membaca, biarkan dia membaca buku-buku yang berkualitas baik : living book. 

Kembali diingatkan bahwa membaca bukanlah mengenai cepat menyelesaikan bacaan buku, tapi bagaimana dia memaknai buku itu. Jadi, katakan tidak pada kursus baca cepat ya.. 😄
Justru perlu dibangun kebiasaan membaca lambat. Lambat karena dia memaknai dan memahami setiap kalimat dengan sadar.

Anak juga perlu dilatih membaca lantang. Ini akan melatih kemampuan verbal anak. Kata-kata indah layak diucapkan dengan indah, dengan nada yang jelas dan pengucapan yang tepat.

Ketika anak membaca, orangtua/guru/pendidik haruslah memberi ruang kepada anak menjadi dirinya sendiri. Tidak mengarahkan gaya membaca anak harus seperti yang kita.  Sempat teringat, beberapa kali gaya pengucapan dan bicara Ben menyerupaiku, dan sempat terpikir jangan-jangan aku sudah melakukan kesalahan sehingga dia jadi "peniru". 
Tapi diingatkan juga oleh teman-teman diskusi, bahwa terasa mirik karena "atmosfir" nya. Adalah alami jika atmosfir diserap anak, yang penting jangan dikoreksi terus dengan ala kita.
Tak apa dia tampak meniru, tapi dia akan punya style sendiri ketika diberi ruang berekspresi.


Diingatkan juga mengenai pelafalan yang ceroboh tidak boleh dibiarkan, dikoreksi sejak awal. Seperti Ben mengucap "jendela" dengan "jelenda", atau terbiasa dengan kata masa kecilnya mengatakan "ponek" untuk "penyet/gepeng" (apa bahasa Indonesianya ya ? pipih ??)
PR ya ini..

Membaca dengan makna, membuat orang bicara bisa menyampaikan pesan dengan benar.

#HomeEducation
#CharlotteMasonSeries
#OnlineDiscussion
#RefleksiNarasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar