Tak terasa kelas mingguan pengenalan metode CM selama 6 bulan sudah selesai.
.
Thanks mbak Arum Wulandari yang sudah memfasilitasi.. 😘 dan teman-teman seperjalanan.. 😘
.
Yang tadinya gelap banget don't know what to do and how to start, jadi agak2 terang (tetap perlu terus belajar mandiri - dan lebih baik tetap dalam komunitas).
.
6 bulan ? Lama amat ? Ngapain aja ?
Aih.. masih kurang itu.. haha..
.
Di awal2 kami belajar mengenai filosofinya.. bahas buku Home Education Vol.1 CM.. beberapa bulan.. 2jam seminggu koq..😀
Seperti kebanyakan teman2 lainnya, sempat mikir kenapa tentang proses belajarnya belum disebut ya.. ? Coba2 langsung intip kurikulumnya, koq makin mumet.. koq bukunya banyak amat.. tebal pula.. mungkinkah ? Sanggupkah aku ? 🤣🤣
.
Tp belajar untuk setia mengikuti saja dl.. dan di perjalanan jadi paham kenapa perlu belajar filosofinya dulu... karena setelah tau filosofinya nanti akan menemukan metode yang pas untuk rumah masing2.
Dimulai belajar otoritas tertinggi tetap pada Allah, dan melatih beberapa kebiasaan anak (attention, obedience, thinking, perfect execution, dll..) yang akan menjadi modal ketika masa belajarnya tiba.
Membangun dasar dan rel di awal pasti tidak mudah dan tapi harus dipastikan kuat dan dibangun dengan hati-hati.
.
Menemani anak bertumbuh sambil ibu juga bertumbuh.
Dan sebelum melatih anak, ibu juga perlu melatih diri..
Sebelum minta anak narasi, ibu juga harus buat narasi tiap habis sesi.. 🤣🤣 dan setelah tau itu nggak mudah, ekspektasi ke anak pun akan menyesuaikan.. 😜😜
.
Aku sudah kepoin metode CM ini sejak 3 tahun lalu.. tp ya gitu, cuma sebatas kepo. Somehow (atas izin-NYA) di masa pandemi covid ini situasi mengarahkan untuk mengenal lebih dekat, dan mengirim pertemanan yang membuat lebih bersemangat untuk menjalaninya.
Benar-benar bersyukur untuk itu.
.
Belajar bahwa pendidikan itu adalah atmosfir, disiplin dan ide-ide hidup.
.
Ya, tak ku tau kan hari esok.. tp keyakinan yang ditumbuhkan-NYA hari ini kujalani dulu saja..
Eh, bukan ku.. tapi kita.. (kata ibu di kalimat2 di atas memaksudkan untuk bapak juga) 😉😘
.
Tuhan mampukan untuk terus bertumbuh yaa..😇🙏
Kamis, 10 Desember 2020
Mengenal Filosofi Charlotte Mason
Senin, 07 Desember 2020
Home Education (23) - Hati Nurani
Minggu lalu belajar tentang kehendak, dan kali ini diingatkan bahwa ada yang lebih powerfull dari kehendak. Kehendak memang menentukan, tapi ada hati nurani (conscience) yg lebih tinggi untuk menghakimi diri akan apa yang dilakukan itu.
Orangtua memegang peran terpenting dalam melatih hati nurani anak. Menanamkan nilai-nilai kebenaran dan moral yang menjadi "alarm" dalam hidup. Kita percaya ada kasih karunia Allah yang berkuasa atas segala sesuatunya, yang mungkin mengubah hidup seseorang. Tapi itu tidak menjadi alasan bagi orangtua untuk merasa "cukup berdoa saja agar anaknya beroleh kasih karunia" dan mengabaikan kewajibannya untuk mengisi gudang moral anak dengan hal-hal baik dan melatih hati nuraninya. Kasih karunia itu kedaulatan Allah, suka-sukanya Allah memberi ke siapa, jadi bagian orangtua haruslah tetap melatih hati nurani anak sedini mungkin.
Yang sering terjadi adalah orangtua mengira bahwa hati nurani itu bawaan lahir dan berkembang seperti halnya pertumbuhan manusia sehingga tidak merasa ada yang perlu disentuh/dilatih seolah hati nurani itu sempurna. Padahal tetap perlu dilatih. dengan memberi nilai-nilai moral yang baik.
Hati nurani itu bisa salah, bisa dimanipulasi, tapi dia kuat.
Hati nurani anak bisa dilatih sejak dari bayi, asalkan orangtua memberi sinyal yang jelas dan tidak membingungkan anak. Misalnya di anak bayi. Ekspresi muka kita yang berubah ketika anak melakukan ini atau itu akan membuat mereka tau mana yang baik (disenangi) dan mana yang tidak baik, dan sebenarnya anak akan memilih menyenangkan orangtuanya. Karena itu orangtua harus jelas dalam bersikap. Jangan sampai memberi respon yang sama ketika anak melakukan hal yang baik juga hal yang tidak baik, karena itu akan memberi ketidakjelasan bagi anak.
Sama halnya seperti kehendak yang belum kuat dalam diri anak, hati nuraninya juga masih belum terbentuk benar. Karena itulah orangtua perlu melatihnya. Salah satu caranya bisa dengan mengajarkan dengan memberi ide2 melalui living book mengenai nilai2 yang baik dan sebaliknya.
Senin, 30 November 2020
Home Education (22) - Kehendak yang Terlatih
[The Kingdom of Mansoul is Charlotte Mason's way of explaining how we use our will to control our impulses and actions. The place that those things originate is within us, in our souls. So she calls this the Kingdom of Mansoul--the inner person within each of us.]
CM menggambarkan jiwa manusia ibarat sebuah kerajaan dimana kehendak (will) kita menjadi pengendali setiap respon dan tindakan kita.
Setiap anak di usia tertentu memiliki kewajiban untuk mengatur kerajaan jiwa nya (governing the Kingdom of Mansoul), dan tugas orangtua lah untuk mengajarkan anak untuk hal itu dan bagaimana cara melakukannya. mengatur kerajaan jiwa seperti halnya mengatur kota dengan aturan yang baik.
Kehendak (will) memegang peran terpenting dan harus dilatih agar kehendak ini terbiasa menggunakan otoritasnya. Dengan kata lain kehendak haruslah kuat agar bisa mengendalikan tindakan dalam diri.
Di orang-orang tertentu yang sejak lahir hidupnya mudah dan terfasilitasi dengan sangat baik mungkin dampak kehendak yang kuat tidak terlalu terlihat, tapi jika diamati tetap terlihat bedanya yang berkendak kuat dengan yang tidak. Dan tingkat intelektual yang tinggi sesorang tidak menjamin bahwa orang tersebut mempunyai kehendak yang kuat.
Kekuatan karakter seseorang berawal dari kehendak yang kuat. Kehendak yang dilatih membangn tekad yang kuat yang bisa mengarahkan hidupnya sendiri.
Tanpa kehendak yang kuat anak bisa ikut arus saja.. perlunya kita melatih kehendak anak karena suatu saat anak akan jauh dari kita. Ketika dibawah otoritas kita, kita bisa bisa meneguhkan will nya.. kalau sudah jauh dari kita ?
Kehendak harus dilatih, harus diberi makan layaknya anggota tubuh lainnya. Kehendak mengendalikan nafsu dan emosi, mengarahkan hasrat/keinginan ke saluran yang tepat, dan mengatur nafsu/selera jasmani.
Ada kesalahpahaman yang umum terjadi di masyarakat dalam menilai anak/orang yang memiliki kehendak kuat. Seringkali anak yang ngotot-an, mudah tantrum jika keinginannya tidak tercapai dianggap sebagai seseorang yang memiliki kehendak yang kuat. Padahal justru itu menandakan bahwa anak tersebut kehendaknya lemah atau malah tidak punya kehendak, sehingga tidak bisa mengendalikan dirinya. Menyangka "kengototan anak untuk memberontak" adalah "will yg kuat" padahal justru tidak punya kehendak, dan itu perlu dilatih. Di bagian ini aku teringat diskusi Vol-1 awal-awal mengenai "habit is ten nature". Semua bisa dilatih karena habit bahkan bisa mengubah nature seseorang.
Jadi ingat ketika Liv di usia 2. Mudah tantrum, gampang ngambek, dan jika keinginannya tidak dipenuhi maka dia akan nangis dan tidak mau beranjak. Mamaku sempat bilang sepertinya ini orangnya berkemauan keras. Ternyata bukan ya memang.. haha. Bersyukur kalau saat itu kita sepakat untuk tidak menurutinya dan setiap kali kengototannya berulang dia tidak dituruti tp setelahnya diberi tau bahwa itu tidak seharusnya. Sekarang jauh lebih mudah mengkomunikasikan apapun dengannya dan hampir tidak pernah tantrum lagi.
Anak yg tidak punya kehendak/will seperti ditaruh ke kuda tanpa kekang.. diombangambingkan oleh hasrat dirinya sendiri.
Kehendak bisa mengatur moral dan tindakan kita, tapi kehendak bukan moral. Melihat motif adalah penting agar kehendak tidak dipakai untuk hal yang tidak baik.
Kemampuan mengatur dirinya sendiri akan membedakan orang yang efektif atau tidak. Menohok sekali bagian ini. Bahwa kitapun perlu menguji dan melatih kehendak kita sambil melatih kehendak anak.
Berulang CM mengingatkan untuk melatih kehendak anak. Kita percaya keberadaan Tuhan dan kasih karunia, Kasih karunia itu ada, tapi latihan kehendak yang diberikan pada anak akan membuatnya lebih mudah untuk "kembali" ke jalur.
Lalu bagaimana melatih kehendak ?
Kehendak/will dilatih dengan pengalihan pikiran.. melatih dia mau memikirkan yang mana.
Beberapa cara yang bisa dilakukan:
1. Incentives. Hadiah (Konsekwensi alami). Menolong anak menyadari bahwa dia akan mendapat sesuatu (konsewensi alami) yang dia sukai kalau dia bisa mengendalikan diri
2. Diversion. Melatih untuk dengan sadar memilih untuk tidak memikirkan hal yg "tidak penting". Nanti dia bisa melihat kembali rasa yg "ditinggal" tadi, dan melihat bahwa dia "menang"
3. Change of Thought. Memikirkan sesuatu yang menyenangkan, ditengah hal yang tidak disukai, mencoba mencari pikiran lain yang lebih menyenangkan untuk diingat. Misal ketika terjebak dalam rutinitas yang membosankan, memikirkan hal lain yang kita sukai sambil menghidupi rutinitas itu akan memberi energi barudengan begitu akan bisa menjalani rutinitas itu dengan gembira.
Dengan anak kita perlu melakukan konfirmasi emosi, dengan begitu kita bisa melatih anak untuk mengalihkan pikirannya.
Senin, 23 November 2020
Home Education (21) - Seni
Sabtu, 14 November 2020
Home Educatiion (20) - Sejarah dan Bahasa
Ketika belajar sejarah, anak tidak hanya perlu mengetahui sejarah bangsanya sendiri tapi juga bangsa-bangsa di dunia.
Senin, 09 November 2020
Home Education (19) - Geografi dan Sejarah
Geografi masih berkaitan dengan science, tapi lingkupnya lebih luas.
Minggu, 01 November 2020
Kenapa Homeschooling ?
Rabu, 28 Oktober 2020
Home Education (18) - Ilmu Pengetahuan Alam (Science)
Science / Ilmu Pengetahuan Alam
Berbicara mengenai natural science diingatkan lagi mengenai membangun kebiasaan mengamati pada anak. Kehidupan di luar ruangan akan menjadi kunci utama dari belajar science. karena ketika sering berada di alam maka anak akan secara alami banyak mengamati lalu muncul pertanyaan-pertanyaan di benaknya. Orangtua perlu memberi kesempatan luas untuk anak-anak bisa menikmati alam supaya secara alami anak mengalami ketertarikan dengan sekitar. J
Pertanyaan yang paling sering muncul di Ben dan Liv adalah : kenapa air yang di sana diam saja, tapi yang di sana cepat sekali lewatnya ? kenapa awan bisa bergeser ? kenapa di bawah kaki kita ada yang hitam ikutin gerakan-gerakan kita ? kenapa kaki seribu kalau dipegang dia melingkar ? kenapa tanaman itu kl dipegang dia jadi menutup ? (putri malu).
Diingatkan kembali agar kita orangtua tidak perlu terburu-buru untuk menjawab segala pertanyaan itu (tapi tetap harus punya referensi yang baik untuk memancing ide anak menjawab pertanyaan-pertanyaan, karena seringnya kita pun tidak tahu jawabannya 😀).
"The truth is, people who have never become interested in science can never appreciate most of the beauty that surrounds them."
Menurut CM, seperti apa seorang anak nantinya sangat tergantung dari seberapa banyak pengalaman nyata yang dialaminya dan seberapa bayal dia mengamati sesuatu dengan seksama/penuh perhatian/berpikir. Orang yang tidak tertarik dengan alam (dan segala kebiasaan benda di alam) mungkin akan kesulitan juga menemukan hal-hal yang menarik di sekitar.
Anak-anak akan bisa memahami ilmu pengetahuan alam karena semua yang terjadi di alam ada keteraturan di dalamnya dan ada hukum alami yang mengaturnya dan itu bisa dipahami.
Ada bacaan "The Science" yang disarankan untuk menolong anak belajar science.
Geography / Geografi
Geograsi masih berkaitan dengan ilmu pengetahuan alam, tapi lingkupnya lebih luas.
Senin, 19 Oktober 2020
Home Education (17) - Aritmatika / Matematika
Setelah off minggu lalu, hari ini kita belajar tentang matematika yang dimulai dari aritmatika.
Ketika anak (dan dewasa juga sih ya) belajar aritmatika, yang diharapkan adalah bukan sekedar bisa menjumlah atau mengurang, tapi proses berpikir yang dibangun selama mengerjakan. Dalam aritmatika, perlu nalar dan alur berpikir yang runut. Itulah yang perlu dilatih sejak awal anak belajar aritmatika.
"The main value of arithmetic and higher math is the way it trains reasoning powers, habits of understanding, quickness, accuracy, and being truthful intellectually." (CM Home Education-Vol1, Modern English)
Ketika anak dihadapkan dengan cerita artimatika, anak-anak perlu memikirkan proses apa yang harus dipilih untuk menyelesaikannya. Kita perlu hati-hati memilih soal yang diberikan ke anak ketika dia belajar artimatika. Soal dalam bentuk cerita akan lebih mengarahkan anak untuk berpikir daripada soal yang dalam bentuk notasi langsung.
CM menyampaikan bahwa di awal anak belajar aritmatika, sebaiknya didemonstrasikan sehingga anak bisa melihat angka-angka itu dalam bentuk nyata.
Anak perlu tau bahwa angka 3 itu berasal dari benda-benda yang berjumlah 3. Dengan peraga tertentu misalkan seperti biji kacang, anak bisa melihat dengan nyata seperti apa yang dimaksud dengan angka tersebut. Dan dengan peraga yang sama ini bisa berkembang dari penjumlahan, pengurangan, perkalian (yang adalah penjumlahan yang berulang).
Perlu diperhatikan bahwa setiap kali anak menjawab soal aritmatika, anak harus bisa menjelaskan alasan kenapa itu yang menjadi jawaban. Jadi bukan sekedar soal jawaban yang benar, tapi juga proses yang dilalui sehingga jawaban itu yang diambil.
Kita sebagai pengajarnya perlu menyampaikan pelajaran artimatika ini bertahap, tapi konsisten menambah tingkat kesulitannya. 😄
(Di bagian ini aku merasa diingatkan bahwa kita yang mendampingi tentunya harus bersabar juga ya, dan terus mengingat bahwa pelajaran adalah instrument pendidikan, fokusnya adalah si anak.. habit yang mau dibangun di dalamnya selama belajar.)
Ketika anak sudah tampak meyakinkan dan terbiasa belajar artimatika dengan alat peraga, bisa dicoba ke dalam bentuk cerita. Kemampuan imajinasinya akan dilatih. Tapi jika di awal dia masih memerlukan alat peraga, biarkan dia menggunakannya sambil terus menyemangati untuk perlahan "melepas" alat peraganya. Ada kebiasaan konsentrasi yang dilatih dalam hal ini.
Begitu juga ketika belajar notasi angka. Dari angka satuan, puluhan, ratusan, dst perlu benar-benar memastika anak paham konsepnya. Ketika di satuan agak sedikit lebih mudah, tapi begitu masuk ke puluhan akan sedikit lebih menantang juga untuk berhati-hati mengajarkannya. Beberapa waktu lalu Ben baca sendiri deretan angka 1-100 yang memang kutempel di dinding. Dia membaca sampai 20 lalu terdiam. Mungkin karena sampai 20 penyebutannya masih berbeda (... belas) dengan yang setelah 20 yang bisa terjebak dengan dua satu (2 dan 1) yang seharusnya dua puluh satu (20 + 1). Ah iya, perlu waspada untuk menjelaskan suku kedua di angka puluhan.
Nantinya jika anak sudah lebih terbiasa dengan notasi-notasi besar, mereka dikenalkan ke konsep berat dan ukuran. Dan ini juga dilakukan dengan menimbang dan mengukur sendiri benda-benda, dengan alat peraga/bantu seperti timbangan, atau bisa gelas ukur juga.
Diingatkan juga bahwa aritmatika adalah cara yang sangat baik untuk melatih akurasi/ketepatan. Karena dalam matematika hanya ada benar dan salah, tidak ada hampir benar. Ini adalah kesempatan melatih anak untuk melakukan yang benar untuk setiap kalinya, jangan sampai anak berpikir bahwa jika mereka bisa mengkoreksi ulang kesalahan yang sudah terjadi. Tapi juga kita harus menyemangati bahwa akan ada kesempatan lain dimana dia bisa melakukan hal lain dengan benar (tapi untuk yang sudah salah, tidak bisa diperbaiki). Aih,.. dalam sekali maknanya. #merinding
Sharing seorang teman menyampaikan pengalaman belajar bersama anaknya mengenai hal ini. Di anak sendiripun mereka tidak nyaman jika berkutat dengan kesalahan yang pernah dilakukan. Lebih baik lanjut ke hal berikutnya dan tolong anak untuk melakukan dengan benar berikutnya. Luas sekali jadinya ya.
"The student shouldn't be allowed to think that what wasn't done properly the first time can just be fixed to make it right. There is no going back. But he can move forward. Maybe he'll get the next one right; a wise teacher will make sure that he does." (CM Home Education-Vol1, Modern English)
Tidak ada persiapan khusus yang harus dilakukan sebelum belajar artimatika ini. Kita perlu memikirkan cara untuk mulai belajar aritmatika ini, tapi hindari memberi suasana yang terlalu serius atau tidak menyenangkan ke anak karena hanya akan membuatnya tidak menyukai aritmatika dan selanjutnya matematika.
Tadinya masih agak bingung-bingung, apakah harus dimantapin dulu menulisnya baru masuk ke yang lain atau bisa berbarengan. Ternyata untuk memulai aritmetika ini, anak belum perlu menulis banyak. Cukup lisan. Dan jikapun perlu menulis, mungkin akan sangat sedikit sekali ya. Jadi di sesi yang lain copywork untuk latihan menulis bisa dilanjutkan.
Hal yang mendasar dan penting sekali ya artimatika ini dalam kehidupan sehari-hari sekalipun.. dimana ada angka, disitu ada alasan kenapa perlu belajar artimatika.
Jumat, 09 Oktober 2020
Home Education (16) - Jangan Biarkan Yang Salah Terekam
Diskusi kemarin melanjutkan pembahasan menulis dan masuk ke bagian mendikte.
Di bagian belajar menulis, cukup detail dibahas mengenai posisi duduk anak, bentuk kursi dan meja yang disarankan untuk mendukung posisi duduk anak yang baik untuk menulis.
Untuk posisi duduk, disarankan untuk duduk di tempat yang disitu dia akan mendapat cahaya yang cukup dari sisi kiri (jika anak menggunakan tangan kanan untuk menulis), dan meja yang digunakan ketinggiannya sesuai dengan kenyamanan anak.
Karena tangan nantinya akan sering digunakan untuk menulis, maka sejak awal belajar menulis sebaiknya anak diajarkan cara memegang alat tulis yang nyaman (bagi otot-otot tangannya) juga untuk jangka panjang. Alat tulis dipegang dengan jari telunjuk dan jari tengah, ditopang jempol dan jarak yang "pas" ke lembar kertas dimana dia akan menulis. Ketinggian posisi juga harus disesuaikan sehingga ketika menulis siku kanan terletak santai di meja. begitu juga tangan kiri terletak santai sambil menahan kertas/buku tempat dimana dia menulis.
Kursi yang disarankan juga sebaiknya yang bisa diatur ketinggiannya, bisa bebas maju, mundur, memiliki sandaran punggung, penopang kaki. Untuk meja atau bangku, disarankan yang memakai engsel di bagian atas, bisa buka-tutup, semacam laci bukaan atas. Ini akan menolong anak untuk belajar lebih rapih dan mengatur perlengkapan belajarnya dengan teratur dan mudah dijangkau. Haha, agak PR yah ini.. kita lihat nanti seperti apa yang bisa diusahakan untuk Ben. Intinya menurutku adalah, posisi tempat belajar anak haruslah nyaman untuk fisiknya dan juga melatih kebiasaannya untuk teratur/ringkas dan rapih.
Hal yang paling membekas di ingatakanku dari sesi kemarin adalah jangan biarkan anak mulai menulis yang salah, karena karena yang salah itu akan masuk di galeri ingatannya dan jikapun dia akhirnya belajar kata yang benar, akan ada kebingungan "yang mana yang benar ya ? Ya.. ini terjadi padaku setiap kali akan menulis beberapa kata dalam bahasa Inggris. Mana yang benar "tomorrow" atau "tommorow"; "success" atau "succes" atau suceess". Yang mana yang seharusnya double hurufnya ?? 😂
Hal ini dibahas di bagian mendikte, yaitu saat anak diminta menuliskan ulang apa yang dibacakan. Cara yang disarankan adalah ketika orangtua/guru membacakan kata/kalimat, pastikan anak bisa membayangkan kata tersebut dalam keadaan mata tertutup. Ini melatih kebiasaan membayangkan. Biarkan anak menulis di papan tulis huruf demi huruf, dengan begitu ketika kita melihat bahwa huruf berikutnya akan salah, kita segera mengkoreksi dengan yang benar supaya kata yang salah tidak sempat "terekam" mata dan memori anak.
Ah, begitu ternyata awal mula kesalahan itu terjadi ya. 😆
"The whole secret of spelling lies in the habit of visualising words from memory, and children must be trained to visualise in the course of their reading. They enjoy this way of learning to spell." (CM-Vol.1 page 242)
Minggu, 04 Oktober 2020
Home Education (15) - Narasi dan Menulis
Sabtu, 26 September 2020
Home Education (14) - Membaca
Minggu, 20 September 2020
Home Education (13) - Belajar Membaca
Senin, 14 September 2020
Home Education (12) - Taman Kanak-Kanak
Sabtu, 05 September 2020
It's My Day.. 38 years in HIS Grace
"Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku. Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya." (Mazmur 139:13-14)
Jumat, 04 September 2020
Home Education (11) - Karakter dan Ilmu Pengetahuan
Dalam pendidikan CM, pendidikan disebut sebagai instrument pendidikan.
Bagiku ini seperti sebuah proses.. ada tujuan yang jelas, fokusnya adalah sesuatu, alatnya bisa banyak jenis. Misalkan kita ingin membuat nasi kuning, alat membuatnya bisa beberapa pilihan, fokusnya adalah di bahan yang akan diolah.
Dalam pendidikan, fokusnya adalah anak. Karakter apa yang didapat atau dilatih melalui pelajaran itu. Fokusnya adalah anak, bukan pelajarannya. Ini yang seringkali jadi kesalahpahaman dalam proses pendidikan. Semua terfokus pada pelajarannya, pada materi yang sedemikian rupa sehingga lupa apakah sebenarnya anak memerlukan itu atau tidak.
Yang menarik dari diskusi kemarin adalah mengenai pelajaran dan karakter yang seringkali dibedakan secara terpisah. Karakter yang identik dengan kemampuan mental dan pelajaran mengacu ke kemampuan pengetahuan/akademik. Padahal ini seharusnya sepaket, dalam setiap pelajaran haruslah ada karakter anak yang dilatih.
Jadi ingat ketika tahun lalu bergumul mencari sekolah untuk Ben. Aku minta testimoni dari beberapa orangtua yang anaknya sudah bersekolah, dan tidak sedikit aku mendapat pertanyaan balik : "kamu tujuannya apa dulu ? akademik apa karakter ? kalau akademik di sekolah A okelah, tapi karakternya gak.. kalau di sekolah B mereka memang menekankan karakter banget, jadi nggak terlalu buat anak tertekan dengan target-target pelajaran". Nah lho.. yak dipilih-dipilih... 😆
Ada beberapa perbincangan dengan beberapa ibu dan dengan beberapa pertimbangan kami akhirnya mendaftarkan di sekolah B, meski akhirnya karena beberapa hal dampak pandemi ini kami pilih untuk membatalkan Ben sekolah formal tahun ini. 😄
Diskusi kemarin juga diingatkan bahwa orangtua tetap harus terlibat dalam pendidikan anaknya, apakah itu sekolah formal atau pendidikan rumah (home education). Bahkan meski di sekolah yang dikenal guru-gurunya berkualitas baik, orangtua tetap perlu mengawasi pendidikan anaknya. Tidak melepaskan dan mempercayakan penuh ke lembaga pendidikan.
Kesulitannya adalah di lembaga pendidikan yang dalam satu kelas memiliki beberapa puluh anak, tentulah gurunya tidak punya waktu untuk mengamati satu-persatu anak didiknya dan belum tentu ada komunikasi yang intens dengan orangtua sehingga kebutuhan pendidikan anak yang menjadi tujuan tercapai. Hanya mengikuti sistem yang sudah ada.
Untuk anak yang belum di usia sekolah juga orangtua perlu mengawasi aktivitas sehari-hari, jangan sampai dalam kesehariannya yang tanpa jadwal rutin dibiarkan bersama pengasuh yang tidak berkualifikasi (tidak dilatih mengenai pola pengasuhan yang diinginkan orangtua).
Ah, idealnya memang orangtua yang memegang penuh pendidikan anak yah.. jadi gimana nih ? resign ajalah aku ?? makin ke sini rasanya makin besar keinginan untuk terlibat penuh dalam pendidikan anak-anak dan gak yakin akan bisa begitu jika bekerja di luar rumah. #eaa #curhat
Jikapun orangtua terlibat penuh dalam pendidikan anaknya, ketika menyampaikan pelajaran ke anak, ibu perlu tahu tujuan untuk apa setiap pelajaran itu diberikan. Dan di setiap harinya anak-anak belajar, haruslah anak mendapatkan ide-ide baru.
Untuk mendapat ide-ide baru di setiap pelajaran tentu pendukung pelajaran haruslah berisikan ide-ide jg.. kurikulim yang kaya dengan asupan living books, dan pengaturan susunan pelajaran yang mendukung kesehatan jiwa raga anak.
Di rumah kami memang belum sampai ke pelajaran berstruktur, tapi jadi paham kenapa di awal-awal materi CM ini benar-benar dikenalkan dan ditekankan mengenai beberapa kebiasaan yang perlu dilatih, karena dalam prosesnya nanti itu akan berguna dan semakin berkembang.
#HomeEducation
#CharlotteMasonSeries
#OnlineDiscussion
#RefleksiNarasi
Minggu, 30 Agustus 2020
Home Education (10) - Ketaatan dan Kejujuran
#HomeEducation
#CharlotteMasonSeries
#OnlineDiscussion
#RefleksiNarasi