Rabu, 15 Desember 2021

Nurturing without Shaping

Refleksi 15.12.2021

Kemarin ketika outdoor time sore dengan anak2, karena merasa seru mengejar adekLiv yang naik sepeda, abangBen heboh sekali gerakannya.
Ku ingatkan untuk atur nafas, kendalikan diri dan suaranya karena kami di sekitar rumah tetangga yang mungkin akan merasa berisik.

Ketika adekLiv mau udahan dan ajak pulang, Ben masih heboh sekali kesana-kemari dan menyenggol tanganku lalu ponselku jatuh ke jalanan conblock dan membuat kamera belakang ponsel retak.

Aku kesal.. aku merasa Ben tidak mendengarkan peringatan untuk tidak heboh-heboh.
Ben minta maaf. Kubilang : "lihat kan, heboh-heboh selalu berakhir kayak gini". Lalu aku diam dan berjalan cepat ke rumah.. mereka tau mama marah.. mengikuti dari belakang.

Dalam hatiku aku tau dia tidak salah dan tidak sengaja.. tapi aku kesal.. ponselkuuuu.. 😜🤭 tapi anakku lebih penting dr ponsel itu.. tapi aku kesaal.. gak akan terjadi kalau saja dia ....bla..bla..bla.. *cerita mental bermunculan di kepala.
Aku sadar ini waktunya tekan tombol pause ku.. amigdalaku masih aktif.. inhale-exhale-inhale-exhale and don't say anything for a while.. sampai otak depanku kembali bertahta.

Sampai di rumah mereka auto-tertib.. sudah tau ketika mama begitu, mama perlu waktu untuk tenang lagi (entah berapa lama pun itu). Ben langsung ajak Liv mandi, menolong Liv membuka bajunya.
Aku bermain air sejenak (cuci piring), menolong menurunkan suhu tubuh.

Selesai mandi (tidak berendam di ember tampaknya) mereka turun, dan duduk di ruang tamu.. baca-baca buku.. dari ujung mata kulihat Ben melirik-lirik.
Aku masih diam sambil menyiapkan makan malam.

Lalu Ben membersihkan kandang kura-kuranya, mengganti airnya, dll sampai kinclong bener.
Khas anak-anak yg sedang berusaha mengambil hati mamaknya yg lagi on fire... yah, aku tau rasanya.. dulu waktu kecil aku juga gt kalau merasa mamak lagi marah.
Kasihan sih, tp biar ambil waktu break dulu lah untuk semuanya.

Selesai makan malam, kuajak Ben ngobrol berdua.
Membahas kejadian sore tadi.
Ma: abang tau kenapa mama marah ?
Ben: karena ponsel mama pecah kamera belakangnya
Ma: kenapa bisa pecah ?
Ben: tadi abang heboh-heboh lari2.. adek kayak hampir tabrak abang jadi abang mundur-mundur gak lihat mama terus abang tabrak tangan mama. Maaf ma.
Ma: owh.. mama tau abang gak sengaja, tapi mama tadi kesal.. mama sedih karena mama merasa abang gak dengar peringatan mama dan juga karena gak bisa foto2in lagi yang mama suka.. tapi mama lebih penting abang dari ponsel itu.. lain kali ingat untuk gak heboh2 supaya bisa kendalikan gerakannya ya. Mama jg lain kali pegang buku aja daripada pegang ponsel (merasa ditegur sih aku tu tentang screen timeku dengan kejadian ini).
Kita coba lagi baik2 sama2 yaa.. abang mau bilang sesuatu ? Tadi abang merasa gimana ?
Ben: abang sedih karena mama diam.. tapi abang terima aja karena memang salah.. abang tunggu mama sampai tenang aja dan kerjakan yang abang bisa.
(Hugs... *duh ! semriwing2).
-- 

Pagi ini baca bagian pengantar buku "Raising Children Raising Ourselves", Naomi Aldort.

Diingatkan bahwa setiap anak akan memberi warna dan pelajaran yang berbeda dalam hidup kita. Juga mengenai pikiran yang tidak produktif yang seringkali menutup cinta kita sehingga kita melakukan hal yang sebenarnya tidak kita rencanakan (yang seringkali akhirnya disesali).
Ada ajakan untuk membersamai dan memelihara anak dalam bertumbuh menjadi anak yang mandiri dan memilih tindakan sadar yang didasari sukacita dan cinta, bukan karena rasa takut atau selalu meminta persetujuan.

To nurture without shaping, and let them acts out of joy and love, not out of fear or a need to earn approval.
Love is only love when there are no condition.