Rabu, 28 Oktober 2020

Home Education (18) - Ilmu Pengetahuan Alam (Science)

Science / Ilmu Pengetahuan Alam

Berbicara mengenai natural science diingatkan lagi mengenai membangun kebiasaan mengamati pada anak. Kehidupan di luar ruangan akan menjadi kunci utama dari belajar science. karena ketika sering berada di alam maka anak akan secara alami banyak mengamati lalu muncul pertanyaan-pertanyaan di benaknya. Orangtua perlu memberi kesempatan luas untuk anak-anak bisa menikmati alam supaya secara alami anak mengalami ketertarikan dengan sekitar. J

Pertanyaan yang paling sering muncul di Ben dan Liv adalah : kenapa air yang di sana diam saja, tapi yang di sana cepat sekali lewatnya ? kenapa awan bisa bergeser ?  kenapa di bawah kaki kita ada yang hitam ikutin gerakan-gerakan kita ? kenapa kaki seribu kalau dipegang dia melingkar ? kenapa tanaman itu kl dipegang dia jadi menutup ? (putri malu).

Diingatkan kembali agar kita orangtua tidak perlu terburu-buru untuk menjawab segala pertanyaan itu (tapi tetap harus punya  referensi yang baik untuk memancing ide anak menjawab pertanyaan-pertanyaan, karena seringnya kita pun tidak tahu jawabannya 😀). 

"The truth is, people who have never become interested in science can never appreciate most of the beauty that surrounds them."

Menurut CM, seperti apa seorang anak nantinya sangat tergantung dari seberapa banyak pengalaman nyata yang dialaminya dan seberapa bayal dia mengamati sesuatu dengan seksama/penuh perhatian/berpikir. Orang yang tidak tertarik dengan alam (dan segala kebiasaan benda di alam) mungkin akan kesulitan juga menemukan hal-hal yang menarik di sekitar.

Anak-anak akan bisa memahami ilmu pengetahuan alam karena semua yang terjadi di alam ada keteraturan di dalamnya dan  ada hukum alami yang mengaturnya dan itu bisa dipahami. 

Ada bacaan "The Science" yang disarankan untuk menolong anak belajar science. 


Geography / Geografi

Geograsi masih berkaitan dengan ilmu pengetahuan alam, tapi lingkupnya lebih luas.

Hal yang paling menarik dari geografi adalah ketika memperlajarinya akan seperti mengisi anak-nak dengan ide dan memberi gambar-gambar di benak anak-anak.

Seringkali belajar geografi disampaikan dalam bentuk hafalan dan itu menjadi kurang menarik untuk dipelajari.
CM menyarankan langkah praktis untuk memulai belajar geografi ke anak dan lagi-lagi dimulai dari nembawa ke luar ruangan dan membangun kebiasaan mengamati. 
Nantinya ini akan menolong anak lebih mudah belajar mengenai pula-pulau bahkan yang di tempat yang jauh sekalipun.

Asupan buku-buku yang memberi ide akan sangat menolong ketika belajar mengenai geografi ini.

Hal sederhana yang bisa dilakukan adalah dimulai dari hal yang ada disekitar rumah, yang tidak asing bagi anak. Mengenai batas wilayah, posisi / letak benda / lokasi tempat, membuat denah rumah atau lokasi tempat yang ada di sekitar.

Nantinya dengan belajar geografi ini anak akan bisa membayangkan berada di suatu tempat yang jauh dari tempat dia berada, di masa yang berbeda dengan masa di mana dia berada. 
Hm,.. membayangkannya saja sudah seru ya. 

#HomeEducation
#CharlotteMasonSeries
#OnlineDiscussion
#RefleksiNarasi

Senin, 19 Oktober 2020

Home Education (17) - Aritmatika / Matematika

Setelah off minggu lalu, hari ini kita belajar tentang matematika yang dimulai dari aritmatika.

Ketika anak (dan dewasa juga sih ya) belajar aritmatika, yang diharapkan adalah bukan sekedar bisa menjumlah atau mengurang, tapi proses berpikir yang dibangun selama mengerjakan. Dalam aritmatika, perlu nalar dan alur berpikir yang runut. Itulah yang perlu dilatih sejak awal anak belajar aritmatika.

"The main value of arithmetic and higher math is the way it trains reasoning powers, habits of understanding, quickness, accuracy, and being truthful intellectually." (CM Home Education-Vol1, Modern English)

Ketika anak dihadapkan dengan cerita artimatika, anak-anak perlu memikirkan proses apa yang harus dipilih untuk menyelesaikannya. Kita perlu hati-hati  memilih soal yang diberikan ke anak ketika dia belajar artimatika. Soal dalam bentuk cerita akan lebih mengarahkan anak untuk berpikir daripada soal yang dalam bentuk notasi langsung.

CM menyampaikan bahwa di awal anak belajar aritmatika, sebaiknya didemonstrasikan sehingga anak bisa melihat angka-angka itu dalam bentuk nyata. 

Anak perlu tau bahwa angka 3 itu berasal dari benda-benda yang berjumlah 3. Dengan peraga tertentu misalkan seperti biji kacang, anak bisa melihat dengan nyata seperti apa yang dimaksud dengan angka tersebut. Dan dengan peraga yang sama ini bisa berkembang dari penjumlahan, pengurangan, perkalian (yang adalah penjumlahan yang berulang).

Perlu diperhatikan bahwa setiap kali anak menjawab soal aritmatika, anak harus bisa menjelaskan alasan kenapa itu yang menjadi jawaban. Jadi bukan sekedar soal jawaban yang benar, tapi juga proses yang dilalui sehingga jawaban itu yang diambil.

Kita sebagai pengajarnya perlu menyampaikan pelajaran artimatika ini bertahap, tapi konsisten menambah tingkat kesulitannya. 😄 

(Di bagian ini aku merasa diingatkan bahwa kita yang mendampingi  tentunya harus bersabar juga ya, dan terus mengingat bahwa pelajaran adalah instrument pendidikan, fokusnya adalah si anak.. habit yang mau dibangun di dalamnya selama belajar.)

Ketika anak sudah tampak meyakinkan dan terbiasa belajar artimatika dengan alat peraga, bisa dicoba ke dalam bentuk cerita. Kemampuan imajinasinya akan dilatih. Tapi jika di awal dia masih memerlukan alat peraga, biarkan dia menggunakannya sambil terus menyemangati untuk perlahan "melepas" alat peraganya. Ada kebiasaan konsentrasi yang dilatih dalam hal ini.

Begitu juga ketika belajar notasi angka. Dari angka satuan, puluhan, ratusan, dst perlu benar-benar memastika anak paham konsepnya. Ketika di satuan agak sedikit lebih mudah, tapi begitu masuk ke puluhan akan sedikit lebih menantang juga untuk berhati-hati mengajarkannya. Beberapa waktu lalu Ben baca sendiri deretan angka 1-100 yang memang kutempel di dinding. Dia membaca sampai 20 lalu terdiam. Mungkin karena sampai 20 penyebutannya masih berbeda (... belas) dengan yang setelah 20 yang bisa terjebak dengan dua satu (2 dan 1) yang seharusnya dua puluh satu (20 + 1). Ah iya, perlu waspada untuk menjelaskan suku kedua di angka puluhan.

Nantinya jika anak sudah lebih terbiasa dengan notasi-notasi besar, mereka dikenalkan ke konsep berat dan ukuran. Dan ini juga dilakukan dengan menimbang dan mengukur sendiri benda-benda, dengan alat peraga/bantu seperti timbangan, atau bisa gelas ukur juga. 

Diingatkan juga bahwa aritmatika adalah cara yang sangat baik untuk melatih akurasi/ketepatan. Karena dalam matematika hanya ada benar dan salah, tidak ada hampir benar. Ini adalah kesempatan melatih anak untuk melakukan yang benar untuk setiap kalinya, jangan sampai anak berpikir bahwa jika mereka bisa mengkoreksi ulang kesalahan yang sudah terjadi. Tapi juga kita harus menyemangati bahwa akan ada kesempatan lain dimana dia bisa melakukan hal lain dengan benar (tapi untuk yang sudah salah, tidak bisa diperbaiki). Aih,.. dalam sekali maknanya. #merinding

Sharing seorang teman menyampaikan pengalaman belajar bersama anaknya mengenai hal ini. Di anak sendiripun mereka tidak nyaman jika berkutat dengan kesalahan yang pernah dilakukan. Lebih baik lanjut ke hal berikutnya dan tolong anak untuk melakukan dengan benar berikutnya. Luas sekali jadinya ya.

"The student shouldn't be allowed to think that what wasn't done properly the first time can just be fixed to make it right. There is no going back. But he can move forward. Maybe he'll get the next one right; a wise teacher will make sure that he does."  (CM Home Education-Vol1, Modern English)


Tidak ada persiapan khusus yang harus dilakukan sebelum belajar artimatika ini. Kita perlu memikirkan cara untuk mulai belajar aritmatika ini, tapi hindari memberi suasana yang terlalu serius atau tidak menyenangkan ke anak karena hanya akan membuatnya tidak menyukai aritmatika dan selanjutnya matematika.

Tadinya masih agak bingung-bingung, apakah harus dimantapin dulu menulisnya baru masuk ke yang lain atau bisa berbarengan. Ternyata untuk memulai aritmetika ini, anak belum perlu menulis banyak. Cukup lisan. Dan jikapun perlu menulis, mungkin akan sangat sedikit sekali ya. Jadi di sesi yang lain copywork untuk latihan menulis bisa dilanjutkan.

Hal yang mendasar dan penting sekali ya artimatika ini dalam kehidupan sehari-hari sekalipun.. dimana ada angka, disitu ada alasan kenapa perlu belajar artimatika.

Setelah diskusi ini terpikir untuk buat penerapan dengan Ben. 
Sudah ada buku Baburina di rumah. Ada banyak stick ice cream yang belum terpakai, bisa difungsikan sebagai pengganti kacang hijau yang ada di bahasan tadi. Beli kacang hijau juga sebentar sih untuk mencoba mengelompokkannya dalam kantong plastik kecil-kecil sebagai variasi belajar nantinya

Selanjutnya mulai menerapkannya segera. Kan katanya tidak perlu persiapan khusus ya. 😄💪

#HomeEducation
#CharlotteMasonSeries
#OnlineDiscussion
#RefleksiNarasi

Jumat, 09 Oktober 2020

Home Education (16) - Jangan Biarkan Yang Salah Terekam

Diskusi kemarin melanjutkan pembahasan menulis dan masuk ke bagian mendikte.

Di bagian belajar menulis, cukup detail dibahas mengenai posisi duduk anak, bentuk kursi dan meja yang disarankan untuk mendukung posisi duduk anak yang baik untuk menulis.

Untuk posisi duduk, disarankan untuk duduk di tempat yang disitu dia akan mendapat cahaya yang cukup dari sisi kiri (jika anak menggunakan tangan kanan untuk menulis), dan meja yang digunakan ketinggiannya sesuai dengan kenyamanan anak. 

Karena tangan nantinya akan sering digunakan untuk menulis, maka sejak awal belajar menulis sebaiknya anak diajarkan cara memegang alat tulis yang nyaman (bagi otot-otot tangannya) juga untuk jangka panjang. Alat tulis dipegang dengan jari telunjuk dan jari tengah, ditopang jempol dan jarak yang "pas" ke lembar kertas dimana dia akan menulis. Ketinggian posisi juga harus disesuaikan sehingga ketika menulis siku kanan terletak santai di meja. begitu juga tangan kiri terletak santai sambil menahan kertas/buku tempat dimana dia menulis. 

Kursi yang disarankan juga sebaiknya yang bisa diatur ketinggiannya, bisa bebas maju, mundur, memiliki sandaran punggung, penopang kaki. Untuk meja atau bangku, disarankan yang memakai engsel di bagian atas, bisa buka-tutup, semacam laci bukaan atas. Ini akan menolong anak untuk belajar lebih rapih dan mengatur perlengkapan belajarnya dengan teratur dan mudah dijangkau. Haha, agak PR yah ini.. kita lihat nanti seperti apa yang bisa diusahakan untuk Ben. Intinya menurutku adalah, posisi tempat belajar anak haruslah nyaman untuk fisiknya dan juga melatih kebiasaannya untuk teratur/ringkas dan rapih.

Hal yang paling membekas di ingatakanku dari sesi kemarin adalah jangan biarkan anak mulai menulis yang salah, karena karena yang salah itu akan masuk di galeri ingatannya dan jikapun dia akhirnya belajar kata yang benar, akan ada kebingungan "yang mana yang benar ya ? Ya.. ini terjadi padaku setiap kali akan menulis beberapa kata dalam bahasa Inggris. Mana yang benar "tomorrow" atau "tommorow";  "success" atau "succes" atau suceess". Yang mana yang seharusnya double hurufnya ?? 😂

Hal ini dibahas di bagian mendikte, yaitu saat anak diminta menuliskan ulang apa yang dibacakan. Cara yang disarankan adalah ketika orangtua/guru membacakan kata/kalimat, pastikan anak bisa membayangkan kata tersebut dalam keadaan mata tertutup. Ini melatih kebiasaan membayangkan. Biarkan anak menulis di papan tulis huruf demi huruf, dengan begitu ketika kita melihat bahwa huruf berikutnya akan salah, kita segera mengkoreksi dengan yang benar supaya kata yang salah tidak sempat "terekam" mata dan memori anak.

Ah, begitu ternyata awal mula kesalahan itu terjadi ya. 😆

"The whole secret of spelling lies in the habit of visualising words from memory, and children must be trained to visualise in the course of their reading. They enjoy this way of learning to spell." (CM-Vol.1 page 242)

 

#HomeEducation
#CharlotteMasonSeries
#OnlineDiscussion
#RefleksiNarasi

Minggu, 04 Oktober 2020

Home Education (15) - Narasi dan Menulis

Beberapa waktu belakangan ini di diskusi CM aku jadi lebih sering mendengar kata narasi. Setelah habit training, narasi adalah "andalan" dalam metode CM, sepaket dengan living book.

Terakhir mendengar kata narasi ini ketika aku di bangku SMP, tepatnya di mata pelajaran bahasa Indonesia. Seingatku narasi ini semacam mengembangkan paragraf, dan membentuk sebuah karangan. Sampai di situ saja yang kuingat. 

Tidak menyangka bahwa narasi ini cakupannya luas sekali dan sebenarnya adalah sesuatu yang alami di kehidupan sehari-hari jika dibiasakan.
Apalagi dalam kehidupan keseharian anak, menceritakan ulang kejadian yang baru dia alami atau beberapa waktu lalu dia alami adalah bentuk dari narasi. Sesuatu yang membekas dalam ingatan nya yang disampaikan ulang dengan bahasanya sendiri (sebagai konsekwensi alami yang dia terima ketika menaruh perhatian penuh terhadap sesuatu).
Bukan hal yang baru ya narasi ini. Baik di anak maupun orang dewasa, narasi sudah ada dalam diri kita. Hanya perlu alasan untuk melakukannya dengan mudah, rajin, berurutan, detail dengan pilihan kata yang tepat tanpa melebih-lebihkan. Ya, seperti ketika saat ini aku menulis narasi ini (terasa agak sulit kadang, karena lama tidak membiasakan 😅).

Bisa dikatakan narasi ini adalah kemampuan alami yag dimiliki setiap anak, tapi jarang dimanfaatkan untuk pendidikannya.

Diskusi kemarin membahas bagaimana narasi ini dimanfaatkan dan itu runut dilakukan.
Sampai anak usia 6 tahum biarkan anak menarasikan apapun hanya ketika dia mau, tidak perlu meminta untuk menceritakan apapun jika dia tidak mau. Kecenderungan anak kecil adalah dia akan bercerita apapun kepada yang mau mendengarkan ceritanya.
Ah, iya ya, benar sekali. Begitu mereka bisa bicara, Ben dan Liv tak berhenti mencari waktu dan menceritakan apapun yang menarik buat mereka. 😂

Apa yang dinarasikan ?
Jika tujuan adalah untuk mengisi pikiran-pikiran anak dengan hal-hal yang baik, tentunya kita perlu memberi asupan bacaan dan pengalaman yang juga berkualitas baik. Pengalaman bermain dan mengamati di alam terbuka, membacakan buku-buku yang berisikan ide yang hidup (living book).

Memanfaatkan narasi dalam proses belajar anak (usia di atas 6 tahun) bisa dilakukan dengan memintanya menceritakan apa yang telah dibacakan padanya setelah sekali dengar. Ini akan melatihnya untuk lebih memberi perhatian penuh pada pelajarannya. Tentunya dalam praktiknya kita perlu mengenali kemampuan anak, dan memberi bacaan/membacakan sesuai usianya dan biasanya durasi belajarnya tidak panjang.
Jika bukunya sesuai dan anak menaruh perhatian penuh kepada apa yang dibacakan, maka anak akan bisa menarasikan bacaannya. Beri anak waktu untuk menyelesaikan narasinya. Tidak perlu mengkoreksi anak saat anak sedang bercerita.
Pelajaran narasi waktunya biasanya tidak lebih dari 15 menit.
Haha.. ketika mendengar bagian ini rasanya mustahil. 15 menit ? beneran 15 menit ?
Belum mencoba, tapi rasanya masuk akal juga. Karena rentang konsentrasi yang efektif untuk mendengar/belajar di kebanyakan anak memang tidak terlalu panjang, dan memang lebih  baik juga ya kalau durasi pendek tapi anak memang paham apa yang sedang dibaca/dipelajari daripada berlama-lama tapi jejak kejenuhan dan keruwetan mulai mendekat.

Beberapa hari lalu papa nya membacakan free read ke Ben tentang nenek tua yang tinggal dalam sepatu raksasa (salah satu isi buku terjemahan Charlotte's Web). Cerita yang sama sekali baru juga bagiku yang mendengar di samping mereka. Selesai papanya membacakan, aku meminta Ben menceritakan yang didapat dari cerita itu dan awalnya terdiam sejenak, menginngat, menghela nafas 😜.. lalu mulai cerita pelan-pelan, lalu mulai lancar dengan bahasanya dan ekspresinya, kemudia mencoba membuat aku mengerti dengan cerita itu. Ada bagian yang dia seperti mencoba menjelaskan padaku: "tadi gak dibilang sih di bukunya kalau naga itu di depan pintu penjara, tapi kayaknya abang rasa naga itu pasti di depan pintu penjara untuk jaga supaya si bapaknya itu nggak bisa kabur". (mungkin ekspresi wajahku tampak tidak paham sehingga dia merasa perlu menjelaskan 😀).
Dalam benakku : "ini ya yang bisa dilakukan anak usia 6 tahun". Pesan yang disampaikan bacaan itu menurutku bisa diterima dengan benar.

Masih mencoba mengeksplor dan melatih kebiasaan narasi ini ke diri sendiri dan juga anak-anak. 
Makin terasa juga dengan buku-buku tertentu, ada "sesuatu yang hidup dan berkembag" di pikiran mereka sehingga bacaan itu tidak berhenti ketika buku selesai dibacakan.

Sesi kemarin juga belajar mengenai menulis.
Urutan berikutnya setelah tahapan-tahanap mengenal huruf, suku kata, kata, kalimat, membaca, dan narasi.

Diingatkan untuk sejak awal belajar menulis, anak harus dibiasakan untuk menyelesaikan dengan sempurna. Tidak membiarkan tulisan serampangan. Hal yang agak sedikit berbeda dengan yang selama ini umum dibiasakan di banyak tempat. 
Meskipun sebuah huruf, sebuah lengkungan atau garis, haruslah diselesaikan dengan sempurna (perfect execution). Waktu belajar menulis ini singkat saja, tidak lebih dari 5-10 menit. Bisa dimulai dari huruf-huruf mudah, seperti : i, j, l. Huruf-huruf yang tampak mudah, tapi harus dilakukan dengan serius, benar, dan indah.

Anak perlu dilatih menyalin sebelum mulai menulis. Kita perlu memastikan anak menyalin huruf dengan sempurna dan tidak boleh menyalin yang salah. Bisa dengan meletakkan karya tulis yang bagus di depannya untuk disalin, tidak perlu terburu-buru tapi perlu memastikan dilakukan dengan benar sejak awal.

Teringat laying down the rail. Membangun sejak awal yang benar mungkin agak lama, tapi akan lebih mudah dan cepat daripada memperbaiki sesuatu kebiasaan buruk yang sudah terbentuk. Inipun berlaku untuk menulis.

Sepertinya akupun perlu belajar ulang mengenai menulis. 😂
Mari belajar bersama, nak.


#HomeEducation
#CharlotteMasonSeries
#OnlineDiscussion
#RefleksiNarasi