Minggu, 30 Agustus 2020

Home Education (10) - Ketaatan dan Kejujuran

 

#HomeEducation
#CharlotteMasonSeries
#OnlineDiscussion
#RefleksiNarasi

Merambat di Jalur

(Picture date : 23-08-2020)

Menanam tanaman merambat ini di pekarangan kecilku adalah salah satu penerapan pribadi membuat tugu peringatan pelajaran CM beberapa waktu lalu tentang "Laying Down The Rail".

Kenapa tanaman merambat ? masa anak disamakan dengan tanaman ? 😁😁
Pastinya tidak sama. Bahkan jauh berbeda, tapi setidaknga ada 2 hal yang sama : "pertumbuhan" dan "natur/bawaan alami".

Empat tanaman ini adalah : kembang telang, kacang panjang, buncis, dan mentimun. Naturnya mereka adalah merambat kemana-mana, jika tidak disiapkan jalurnya maka dia akan merambat kemanapun dia mau merambat. Konon katanya si kembang telang ini yang bawaan alaminya paling parah pergerakan dan arah rambatnya. Beberapa teman menyarankan tanam telang jangan di pot, di tanah langsung saja. Karena aku tanam ini dengan tujuan tertentu, jadi aku tetap memilih dalam pot. 

Juga sengaja menyiapkan ajir lengkung untuk mereka, sebagai jalur arah yang kuharapkan dia bertumbuh.
Mengamati proses tumbuh mereka dari biji, bertunas, keluar daun, mulai mengeluarkan tunas lentur yang mencari arah, mulai berpegangan, mulai merambat, mulai salah jalur ke ajir pot sebelah (lalu kukembalikan ke ajirnya 😜), sampailah ke kondisi di foto di atas ketika sampai di puncak ajir.. tunasnya kayak lagi bingung gitu mau kemana 🤣🤣.


(Picture date : 30-07-2020)

(Picture date : 07-08-2020)

(Picture date : 13-08-2020)

(Picture date : 22-08-2020)

Dalam prosesnya, ketika rambatannya belum tinggi, ada hari-hari di mana aku terlalu sibuk, tidak memperhatikan mereka. Dan di hari-hari itu salah satunya merambat ke ajir sebelahnya.. 😁 Agak merasa geli sejenak,.. tapi ada rasa menyesal juga karena dalam kelalaian itu rambatannya di ajir sebelah lumayan erat dan agak perlu kehati-hatian melepasnya supaya tidak patah dan mengembalikan ke ajirnya lalu setiap hari melihat meski sebentar untuk memastikan mereka bertumbuh di jalurnya.

Jadi ingat pelajaran di bagian mengawal kebiasaan dan merawat dengan penuh perhatian jika ada yang perlu diperbaiki.
Perlu dikawal, perlu meluangkan waktu untuk memperhatikan dan merawat.

Setelah salah satu tanaman mencapai puncak ajirnya lalu bagaimana ? 😁 
Karena tujuanku adalah mengendalikan rambat tanaman agar tidak semrawut, maka pilihanku adalah memutar lagi tunas rambatnya ke arah bawah ajir, seperti gambar ini :
(Picture date : 23-08-2020)

Tapi esoknya aku melihat dia memilih untuk naik lagi 😆😆.
(Picture date : 25-08-2020)

Karena dia adalah tanaman dan aku bisa mengendalikannya, jadi dengan perlahan kubelokkan lagi ke bawah. 😆😆
Terpikir untuk memasang jaring untuk arah rambatannya agar lebih leluasa memilih tanpa melirik ajir sebelah, sih... tapi belum kesampaian.

Panjang juga bahas tanaman merambat. 
Di banyak titik proses mereka aku diingatkan bahwa pada tanaman yang aku bisa mengendalikan setiap pergerakan mereka karena mereka. Beda halnya dengan anak-anak yang akan tumbuh dengan naturnya dan kehendaknya yang lebih dinamis dan kompleks.
Usaha meletakkan alur kebiasaan untuk manusia/anak-anak haruslah dipikirkan, direncanakan, dikawal dengan serius. Dan sebelum semua itu perlu menetapkan tujuan di titik jauh sana dan tujuan setiap baby step juga.
Ini yang masih PR,.. 

Pertanyaan yang mungkin muncul : "Tapi kan nggak selamanya anak ada dalam pandangan mata kita, masa mau dikendalikan terus ?"

Inilah bedanya menyiapkan ajir lengkung pada tanaman dengan meletakkan alur kebiasaan baik pada anak. Justru meletakkan alur kebiasaan baik di anak sejak awal bertujuan agar pada waktunya, ketika mereka tidak berada dekat kita, mereka bisa mengambil keputusan-keputusan yang benar dalam hidupnya. Justru ini membuat mereka tidak selalu bergantung kepada orangtuanya. 

Tetap mengingat bahwa ada kasih karunia Allah yang bisa menyelamatkan langkah, tapi tidak boleh menjadi alasan untuk lalai melakukan bagian kita sebagai orang tua.

Laying down the rail... 

Rabu, 19 Agustus 2020

Home Education (9) - The Habits

Pertemuan sebelumnya membahas tentang kebiasaan yang paling dasar, yaitu kebiasaan untuk memusatkan perhatian (habit of attention). 

Aku mencoba mengamati hal ini di Ben dan Liv dengan penerapan yang kubuat. Terutama di Ben, karena dia di usia yang sudah lebih cukup untuk dilatih. Mencoba mengamati kemampuannya memperhatikan ketika aku membacakan living book - buku Winnie The Pooh - Chapter 1. Setelah selesai membacakan cerita itu, aku minta Ben menarasikan (dengan ekspektasi secukupnya saja), tapi kutemukan Ben menarasikan ulang cerita itu cukup panjang. Aish, tertohok aku. Ini bukan soal panjang narasinya, tapi ketidakpekaanku sebagai Ibu yang menganggap dia masih belum waktunya untuk diberi latihan ini dan itu. Ternyata dia sudah siap. Jangan under-estimate anakmu, Ibu 😅 Tapi tidak perlu juga gas poll, karena ada hal-hal dasar yang tampaknya sangat perlu diperlengkapi sebelum masuk ke ranah teknis.

Di sesi 9 ini membahas kebiasaan lainnya yang akan melengkapi (dan biasanya berjalan bersama) dengan kebiasaan memusatkan perhatian.


Kebiasaan Berpikir

Anak-anak perlu didorong untuk melacak sebab dan akibat, membandingkan dan membedakan, mempremiskan alasan, dan membuat kesimpulan dalam pelajarannya.

Berpikir adalah hasil proses latihan. Jika tidak dilatih berpikir seorang anak mungkin tidak akan berpikir atau bahkan tidak akan pernah berpikir.

Yang mungkin terjadi jika anak tidak terbiasa berpikir :

  • cenderung mudah dikendalikan orang lain
  • ikut-ikutan tanpa tau kenapa dia melakukan 
Dalam mengamati sesuatu sebaiknya orangtua lebih sering menanyakan "mengapa" ke anak daripada selalu (unjuk kebolehan) untuk memberi jawab. 😁 Meskipun pada akhirnya mungkin kita akan memberi jawab juga, tapi setidaknya kita memberi mereka kesempatan untuk berpikir. Ketika anak berpikir, dia sudah melalui proses mental untuk mencoba menyelesaikan dan anak tidak akan pernah melupakannya.

Kita perlu menantang anak untuk memberi opini HANYA setelah memikirkan suatu hal dengan seksama. Dan opini yang diberi haruslah yang benar tentang segala sesuatu yang dihadapi. Dengan kata lain, baru boleh beropini jika sudah membaca, mempelajari, mencerna dalam benak, mendengar, mempertimbangkan, dan meyakini. 
Harus juga menghindari jalan pintas menuju opini. Artinya, tidak boleh memungut informasi yang tidak jelas sumbernya dan mengenali sesat nalar (opini yang tampak benar tapi tidak tahan uji / tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya).

Terdengar berat euy melatih ini sejak anak-anak. Tapi sungguh masuk akal melatih hal-hal dasar ini sejak dini, supaya tidak terlanjur semrawut cara berpikirnya. Dan sebelum melatih, pastinya orangtua perlu melatih diri untuk menghidupi hal ini. 😅 Gue lagi gue lagi.. hahaa.

Contoh praktisnya, di masa-masa ini cukup banyak orang dengan mudahnya menghakimi orang lain. Sebut saja menghakimi pemerintah akan kebijakan yang dibuat, tanpa mempelajari terlebih dulu banyak situasi yang perlu dipertimbangkan.
Ya kira-kita gitulah ya contohnya. Kalau istilahku sih ya : "gak usah menghakimi atau sok menilai dengan yakin orang yang kau nggak pernah tidur bersamanya atau sekamar dengannya minimal sebulan".  Pahamlah ya. Kalau nggak paham, coba dipikir dulu maksudku apa. 😋

Anak juga perlu diajar untuk teguh dengan pendapatnya, tapi juga mau mendengar jika ada sumber yang lebih valid.
Di bagian ini aku teringat ketika Ben dengan yakin bersikeras berkata ke papanya bahwa pinguin itu yang bertelur adalah yang papa nya (jantan). Dia sangat yakin begitu, karena menurutnya buku andalannya menyatakan begitu. Ah, baru ingat aku kalau kami belum membereskan / memverifikasi hal ini. Besok diupdate hasil verifikasi dan klarifikasi. (PR)
Update @20.08.2020 >>
Melihat bersama buku yang dimaksudkan Ben menyatakan pinguin jantan yang bertelur. Ternyata di buku itu disebutkan bahwa induk pinguin yang bertelur, tapi pinguin jantan yang mengerami telur. Sepertinya di pertama kali membaca ini, tidak dibahas cukup dalam.. hanya dibacakan saja dengan cepat.. dan Ben menerima itu sebagai fakta dan kebenaran di dalam pikirannya. Perlu waspada memang ya membaca buku yang berisi fakta dan penyampaian di kali pertamanya. 
Ambil waktu sebentar untuk menjelaskan ulang bahwa yang bisa bertelur itu pastilah betina, tapi uniknya pinguin jantan yang mengerami - menghangatkan sampai bayi pinguin menetas. Ben bisa menerima itu dengan senyum. "Berarti yang bisa bertelur itu yang mama-mama ya, ma". Syukurlah. Nantilah kita belajar sistem reproduksi ya, bang. 😂
<< End of update

Tapi meski penuh pertimbangan dalam berpikir, kita tidak boleh lamban membuat opini. Inipun sebuah kebiasaan yang perlu dilatih. Namanya kebiasaan berpikir cepat. 

Kebiasaan Berpikir Cepat

Kebiasaan ini memerlukan kemampuan mengamati dan pengalaman yang banyak. Sehingga dengan segala informasi dan pengalaman yang sudah terekam di waktu-waktu sebelumnya, anak bisa mengasosiasikan yang benar-benar berhubungan lalu mengambil kesimpulan.

Caranya ? 
Seringlah dibawa ke alam, supaya anak mengalami banyak, mengamati banyak, dan menganalisa banyak hal.
Atau bisa juga beri tugas sederhana (terukur sesuai usia) yang harus diselesaikan dalam durasi waktu tertentu.

Kebiasaan Berimajinasi

Berimajinasi maksudnya membentuk gambaran mental tentang sesuatu yang tidak tampak di depan mata.

"Imajinasi adalah aset berharga ketika kita belajar masa dan tempat yang lain".

Dalam melatih kebiasaan berimajinasi ini ada beberapa hal yang sebaiknya menjadi perhatian orang tua.
* ruang gambar-gambar yang ada di pikiran anak-anak diisi seperti apa ??
* gudang idenya isinya mau diisi dengan apa ?
Jika hal konyol yang dimasukkan, maka konyol juga yang berkembang di benaknya. Isilah dengan gambaran yang baik, ide-ide yang baik, sehingga ketika bermain dengan saudaranya juga bisa dilihat yang keluar juga akan begitu.


Buku yang dibaca anak haruslah bisa mengembangkan kemanpuan mereka untuk berimajinasi.
Dalam belajar berstruktur, imajinasi akan banyak berperan ketika belajar geografi dan sejarah. Anak haruslah bisa membayangkan bagaimana rasanya hidup di zaman yang diceritakan dalam buku sejarahnya, atau merasa akrab dengan tempat yang diceritakan dalam buku geografi.
Imajinasi bukan sekedar berangan-angan atau berandai-andai kosong tanpa makna.
 
Ketika anak mendapat kesukaan dari buku bacaannya (baik atau buruk), imajinasi akan tumbuh dengan sendirinya. Inilah perlunya memilih asupan buku yang dibaca, memilih asupan yang akan menjadi kesukaannya.


Kebiasaan Mengeksekusi dengan Sempurna (Perfect Execution)

"Lakukan dengan benar pada kali pertama melakukan suatu tugas". (Dengan begitu yang berikutnya juga akan dilakukan dengan benar).

Di pembahasan ini keluarlah kalimat pendek di benakku : "Iya juga ya" 😅

Sebelumnya selalu berpikir : "bertahap saja.. masih kecil.. segitu dulu gak apa, nanti diperbaiki.. dll"
Gak terpikir kalau anak sudah berulang melakukan yg tidak tepat, maka itu akan menjadi kebiasaan/habit. Dan untuk mengubahnya, seperti pembahasan sesi sebelumnya : "perlu perawatan, seperti ibu merawat anaknya yang sakit cacar".

Contoh hal yang tampak sepele: "Menulis"

Biasanya orang tua berpikir : "sebisanya dulu aja, yang penting kelihatan itu huruf apa" 😂😂

Padahal, kenyataannya dalam belajar menulis ini adalah penting memastikan anak melakukan dengan benar sejak awal. Atau dengan kata lain perlu mencegah terbentuknya kebiasaan buruk.
Jika ingin bertahap, mungkin yang dibuat bertahap adalah tingkat kesulitan penulisan hurufnya. Bisa dimulai dengan huruf yang mudah, seperti : "i".
Daripada anak menulis aneka huruf berukuran kecil tapi berantakan, sebaiknya pastikan anak belajar menulis huruf mudah tadi berukuran sedang dengan rapi. Jika anak sudah nyaman dengan itu, akan lebih mudah untuk mencoba huruf lain atau ukuran yang lebih kecil.

Apapun tugas yang dilatih ke anak, pastikan tugas itu bisa dilakukan anak dengan sempurna dan kawal untuk dia melakukannya dengan benar sejak awal.
Lebih baik melakukan sedikit tapi benar dan baik, daripada melakukan banyak tapi berantakan.

#HomeEducation
#CharlotteMasonSeries
#OnlineDiscussion
#RefleksiNarasi

Jumat, 07 Agustus 2020

Home Education (8) - Habit of Attention

Seseorang tidak pernah terlalu tua untuk mempelajari kebiasaan baru, meskipun akan perlu waktu yang lebih lama.

Ketika berpikir dan berencana untuk melatih kebiasaan baik pada anak, seringkali pada akhirnya kita harus mengawali dengan melatih kebiasaan baik itu pada diri sendiri terlebih dahulu.

Ibu yang meluangkan waktu untuk mengajarkan kebiasaan baik pada anak-anaknya akan membuat hari-harinya lebih lancar dan lebih mudah di kemudian hari. 

Ada baiknya untuk membuat perencanaan dalam bentuk daftar mengenai kebiasaan-kebiasaan baik yang perlu dilatih, dan melatihkan lakukan step by step (supaya gak stress juga sih kalau kita langsung ingin melakukan banyak perubahan 😁).

Perlu diingat bahwa kebiasaan yang bertahan lama adalah kebiasaan-kebiasaan yang tidak dia usahakan untuk ditanamkan, yakni kebiasaan yang diserap anak-anak secara tidak sadar melalui pengamatan akan cara hidup, bertutur-kata, menyatakan perasaan, kelembutan, kesopanan, keteruterangan yang tulus, menghormati orang lain, dll yang ada dalam kehidupan keluarga (home atmosphere). Jika ternyata home atmosphere yang ada saat ini ternyata tidak seperti itu, maka home atmoshphere ini termasuk hal yang perlu dibenahi dan dimasukkan ke dalam list.

Di diskusi kali ini membahas beberapa kebiasaan baik (habit) yang perlu perlatihan (dan perhatian) khusus:

  1. Habit of Attention
  2. Habit of thinking
  3. Habit of imagining
  4. Habit of remembering 
  5. Habit of perfect execution
Dari kesemua kebiasaan ini, yang paling dasar yang perlu dilatih adalah habit of attention (kebiasaan untuk memusatkan perhatian).
CM menyampaikan bahwa kemampuan anak/manusia untuk habit no 2-6 akan bertumpu pada habit of attention.

Pikiran manusia tidak pernah dalam kondisi berhenti, setiap saat selalu ada hal-hal yang bermunculan di otak dan sering kali ketika membahas sesuatu subjek, pikiran manusia mengkait-kaitkan aneka rupa informasi yang berkaitan dengan subjek tersebut dan seringnya itu diluar konteks.

Contohnya, ketika sedang ingin menjelaskan ke seorang anak mengenai bagaimana proses pembuatan gelas dan untuk apa kaca digunakan. Kita memancing rasa penasarannya tentang kaca, tapi dalam pikiran si anak muncul ide-ide lain seperti sepatu kaca cinderella, perahu kaca, lalu meluas pada kapal atau kacamata, dll. Ya semua berkaitan dengan kaca memang, tapi konteksnya sudah meluas dan fokus awal mengenai pembuatan gelas "ditinggalkan" begitu saja.

Dari diskusi yang ada, aku menemukan bahwa sebenarnya pikiran yang berseliweran (mengasosiasikan/mengkaitkan 1 topik dengan topik lainnya) adalah hal yang alami.. pikiran kita seringkali mengasosiasikan ini dan itu tanpa makna.
Itulah yang perlu dilatih : untuk kembali ke topik yang sedang dibahas. Latihan untuk bisa mengendalikan pikiran-pikiran yang berseliweran itu dan memilah-milah mana yang benar-benar berkaitan dengan konteks yang sedang dibahas.

Upaya mengendalikan diri ini dicapai dengan kedewasaan, dan anak-anak tidak memiliki itu. Bagaimana anak bisa menjaga perhatiannya pada topik tertentu (misal pelajaran) jika pikirannya ingin memikirkan boneka mainannya ? 😆
Haha.. i know how it feel, baby.. 😅

Di sinilah kesalahpahaman akan anak sering terjadi,.. ketika kita merasa anak-anak tidak perduli, nakal, dlsb,.. bukan.. bukan itu.. mereka hanya sedang tidak tertarik. 

Ternyata pelatihan pemusatan perhatian ini sudah bisa dilakukan sejak bayi. Tugas ibu adalah memastikan anak melihat cukup lama pada suatu hal untuk kemudian si anak benar-benar menjalin relasi dengan hal tersebut. Sifat bawaan anak-anak adalah segera lupa hal yang satu ketika muncul hal lain yang tiba-tiba terasa lebih menarik,.. di situlah bagian ibu menolong untuk "mengembalikan" perhatiannya ke hal yang tadinya hampir dilupakan. Dan apa yang akan membuat ini berhasil ? Ibu harus menghabiskan/meluangkan waktu dengan anaknya untuk melatih kebiasaan penuh perhatian (habit of attention) ini.

Ketika anak beranjak lebih besar, terjadi pergeseran dari benda ke kata-kata. Ketika benda konkrit diungkapkan dalam bentuk tulisan. Anak yang sudah terbiasa memusatkan perhatian pada bendapun berpotensi besar mengalami kesuliatan untuk mempertahankan perhatiannya pada kata-kata. 

Dalam konteks belajar, jangan biarkan anak membuang waktu saat membaca salinan, duduk menghayal dengan buku di hadapannya. Ketika mulai terlihat dungu atau pikiran mengembara dengan pelajarannya, hentikan semuanya itu dan biarkan dia melakukan sesuatu yang sama sekali berbeda. Ibu harus mengerahkan akalnya untuk menjadikan pelajaran itu jelas dan menyenangkan. Dan anak perlu tahu bahwa ia tidak boleh memikirkan pikiran mengembara.

Membuat jadwal akan menolong anak untuk mengetahui bahwa sesuatu itu akan dilakukan dalam waktu yang terbatas, dan dia perlu memaksimalkan waktu itu untuk memastikan pekerjaan/tugas yang diberikan selesai. Contoh praktisnya memberi bacaan dari living book. Nilai kemampuan mereka konsentrasi dan kemampuan naraso. Jeli melihat kemampuan anak di short lesson dan menarasikan kembali. Ketika dia bisa menarasikan, beri apresiasi --- tapi yang di puji adalah karakternya : penuh perhatian, bukan hasil narasinya

Perhatikan hasrat anak,.. pujian atau hadiah mungkin bisa digunakan. Tapi, jika hadiah harus digunakan maka hadiah haruslah merupakan konsekuensi alami dari kelakuan baiknya. Anak berhak dapat hadiah (konsekuensi alami) jika menyelesaikan tugas. Misal, jika dia diberi waktu 30 menit untuk melakukan sesuatu dan dia bisa menyelesaikan dalam 20 menit, maka dia berhak atas hadian 10 menit untuk melakukan sesuatu yang dia sukai. 

Jika beri hadiah, beri sealami mungkin, karena kalau mengada-ada akan mengaburkan motif.

Dalam fakta kehidupan, seringkali orang-orang dihargai dengan hadiah atau pujian tergantung pada pencapaiannya. Ada faktor persaingan, iri, dan terkadang dendam. Ini yang seringkali diharapkan sebagai latihan mental anak, jika dia mengalami persaingan di sekolah.

CM mengatakan bahwa di rumahpun Ibu bisa mengajarkan anak untuk tidak sombong saat menang, tidak marah saat kalah, dan dengan cinta dan banyak penerimaan seorang anak bisa bersukacita atas keberhasilan saudaranya yang lain untuk mengimbangi kekecewaan atas kegagalannya, atau kesedihan yang dirasakannya saat saudaranya kalah bisa mengikis egoisme manakala dia menang.

Nilai sering juga digunakan untuk menarik perhatian dan usaha anak, karena itu sebaiknya dalam melatih kebiasaan memusatkan perhatian ini, nilai didasarkan lebih pada perilaku dan upaya, bukan pada kepandaian akademik.

Perhatian bukanlah suatu kemampuan otak secara khusus, bukan panca indera dan bukan pekerjaan otak. Perhatian adalah mengerahkan segala daya upaya pada hal yang sedang dihadapi, dan itu dapat dikembangkan menjadi kebiasaan


#HomeEducation
#CharlotteMasonSeries
#OnlineDiscussion
#RefleksiNarasi