Kamis, 10 Desember 2020

Mengenal Filosofi Charlotte Mason

Tak terasa kelas mingguan pengenalan metode CM selama 6 bulan sudah selesai.
.
Thanks mbak Arum Wulandari yang sudah memfasilitasi.. 😘 dan teman-teman seperjalanan.. 😘
.
Yang tadinya gelap banget don't know what to do and how to start, jadi agak2 terang (tetap perlu terus belajar mandiri - dan lebih baik tetap dalam komunitas).
.
6 bulan ? Lama amat ? Ngapain aja ?
Aih.. masih kurang itu.. haha..
.
Di awal2 kami belajar mengenai filosofinya.. bahas buku Home Education Vol.1 CM.. beberapa bulan..  2jam seminggu koq..😀
Seperti kebanyakan teman2 lainnya, sempat mikir kenapa tentang proses belajarnya belum disebut ya.. ? Coba2 langsung intip kurikulumnya, koq makin mumet.. koq bukunya banyak amat.. tebal pula.. mungkinkah ? Sanggupkah aku ? 🤣🤣
.
Tp belajar untuk setia mengikuti saja dl.. dan di perjalanan jadi paham kenapa perlu belajar filosofinya dulu... karena setelah tau filosofinya nanti akan menemukan metode yang pas untuk rumah masing2.
Dimulai belajar otoritas tertinggi tetap pada Allah, dan melatih beberapa kebiasaan anak (attention, obedience, thinking, perfect execution, dll..) yang akan menjadi modal ketika masa belajarnya tiba.
Membangun dasar dan rel di awal pasti tidak mudah dan tapi harus dipastikan kuat dan dibangun dengan hati-hati.
.
Menemani anak bertumbuh sambil ibu juga bertumbuh.
Dan sebelum melatih anak, ibu juga perlu melatih diri..
Sebelum minta anak narasi, ibu juga harus buat narasi tiap habis sesi.. 🤣🤣  dan setelah tau itu nggak mudah, ekspektasi ke anak pun akan menyesuaikan.. 😜😜
.
Aku sudah kepoin metode CM ini sejak 3 tahun lalu.. tp ya gitu, cuma sebatas kepo. Somehow (atas izin-NYA) di masa pandemi covid ini situasi mengarahkan untuk mengenal lebih dekat, dan mengirim pertemanan yang membuat lebih bersemangat untuk menjalaninya.
Benar-benar bersyukur untuk itu.
.
Belajar bahwa pendidikan itu adalah atmosfir, disiplin dan ide-ide hidup.
.
Ya, tak ku tau kan hari esok.. tp keyakinan yang ditumbuhkan-NYA hari ini kujalani dulu saja..
Eh, bukan ku.. tapi kita.. (kata ibu di kalimat2 di atas memaksudkan untuk bapak juga) 😉😘
.
Tuhan mampukan untuk terus bertumbuh yaa..😇🙏

Senin, 07 Desember 2020

Home Education (23) - Hati Nurani

Minggu lalu belajar tentang kehendak, dan kali ini diingatkan bahwa ada yang lebih powerfull dari kehendak. Kehendak memang menentukan, tapi ada hati nurani (conscience) yg lebih tinggi untuk menghakimi diri akan apa yang dilakukan itu.

Orangtua memegang peran terpenting dalam melatih hati nurani anak. Menanamkan nilai-nilai kebenaran dan moral yang menjadi "alarm" dalam hidup. Kita percaya ada kasih karunia Allah yang berkuasa atas segala sesuatunya, yang mungkin mengubah hidup seseorang. Tapi itu tidak menjadi alasan bagi orangtua untuk merasa "cukup berdoa saja agar anaknya beroleh kasih karunia" dan mengabaikan kewajibannya untuk mengisi gudang moral anak dengan hal-hal baik dan melatih hati nuraninya. Kasih karunia itu kedaulatan Allah, suka-sukanya Allah memberi ke siapa, jadi bagian orangtua haruslah tetap melatih hati nurani anak sedini mungkin.

Yang sering terjadi adalah orangtua mengira bahwa hati nurani itu bawaan lahir dan berkembang seperti halnya pertumbuhan manusia sehingga tidak merasa ada yang perlu disentuh/dilatih seolah hati nurani itu sempurna. Padahal tetap perlu dilatih. dengan memberi nilai-nilai moral yang baik.

Hati nurani itu bisa salah, bisa dimanipulasi, tapi dia kuat.

Hati nurani anak bisa dilatih sejak dari bayi, asalkan orangtua memberi sinyal yang jelas dan tidak membingungkan anak. Misalnya di anak bayi. Ekspresi muka kita yang berubah ketika anak melakukan ini atau itu akan membuat mereka tau mana yang baik (disenangi) dan mana yang tidak baik, dan sebenarnya anak akan memilih menyenangkan orangtuanya. Karena itu orangtua harus jelas dalam bersikap. Jangan sampai memberi respon yang sama ketika anak melakukan hal yang baik juga hal yang tidak baik, karena itu akan memberi ketidakjelasan bagi anak.

Sama halnya seperti kehendak yang belum kuat dalam diri anak, hati nuraninya  juga masih belum terbentuk benar. Karena itulah orangtua perlu melatihnya. Salah satu caranya bisa dengan mengajarkan dengan memberi ide2 melalui living book mengenai nilai2 yang baik dan sebaliknya.


#HomeEducation
#CharlotteMasonSeries
#OnlineDiscussion
#RefleksiNarasi

Senin, 30 November 2020

Home Education (22) - Kehendak yang Terlatih

[The Kingdom of Mansoul is Charlotte Mason's way of explaining how we use our will to control our impulses and actions. The place that those things originate is within us, in our souls. So she calls this the Kingdom of Mansoul--the inner person within each of us.]

CM menggambarkan jiwa manusia ibarat sebuah kerajaan dimana kehendak (will) kita menjadi pengendali setiap respon dan tindakan kita. 

Setiap anak di usia tertentu memiliki kewajiban untuk mengatur kerajaan jiwa nya (governing the Kingdom of Mansoul), dan tugas orangtua lah untuk mengajarkan anak untuk hal itu dan bagaimana cara melakukannya. mengatur kerajaan jiwa seperti halnya mengatur kota dengan aturan yang baik.

Kehendak (will) memegang peran terpenting dan harus dilatih agar kehendak ini  terbiasa menggunakan otoritasnya. Dengan kata lain kehendak haruslah kuat agar bisa mengendalikan tindakan dalam diri.

Di orang-orang tertentu yang sejak lahir hidupnya mudah dan terfasilitasi dengan sangat baik mungkin dampak kehendak yang kuat tidak terlalu terlihat, tapi jika diamati tetap terlihat bedanya yang berkendak kuat dengan yang tidak. Dan tingkat intelektual yang tinggi sesorang tidak menjamin bahwa orang tersebut mempunyai kehendak yang kuat.

Kekuatan karakter seseorang berawal dari kehendak yang kuat. Kehendak yang dilatih membangn tekad yang kuat yang bisa mengarahkan hidupnya sendiri.

Tanpa kehendak yang kuat anak bisa ikut arus saja.. perlunya kita melatih kehendak anak karena suatu saat anak akan jauh dari kita. Ketika dibawah otoritas kita, kita bisa bisa meneguhkan will nya.. kalau sudah jauh dari kita ? 

Kehendak harus dilatih, harus diberi makan layaknya anggota tubuh lainnya. Kehendak mengendalikan nafsu dan emosi, mengarahkan hasrat/keinginan ke saluran yang tepat, dan mengatur nafsu/selera jasmani. 

Ada kesalahpahaman yang umum terjadi di masyarakat dalam menilai anak/orang yang memiliki kehendak kuat. Seringkali anak yang ngotot-an, mudah tantrum jika keinginannya tidak tercapai dianggap sebagai seseorang yang memiliki kehendak yang kuat. Padahal justru itu menandakan bahwa anak tersebut kehendaknya lemah atau malah tidak punya kehendak, sehingga tidak bisa mengendalikan dirinya. Menyangka "kengototan anak untuk memberontak" adalah "will yg kuat" padahal justru tidak punya kehendak, dan itu perlu dilatih. Di bagian ini aku teringat diskusi Vol-1 awal-awal mengenai "habit is ten nature". Semua bisa dilatih karena habit bahkan bisa mengubah nature seseorang.

Jadi ingat ketika Liv di usia 2. Mudah tantrum, gampang ngambek, dan jika keinginannya tidak dipenuhi maka dia akan nangis dan tidak mau beranjak. Mamaku sempat bilang sepertinya ini orangnya berkemauan keras. Ternyata bukan ya memang.. haha. Bersyukur kalau saat itu kita sepakat untuk tidak menurutinya dan setiap kali kengototannya berulang dia tidak dituruti tp setelahnya diberi tau bahwa itu tidak seharusnya. Sekarang jauh lebih mudah mengkomunikasikan apapun dengannya dan hampir tidak pernah tantrum lagi.

Anak yg tidak punya kehendak/will seperti ditaruh ke kuda tanpa kekang.. diombangambingkan oleh hasrat dirinya sendiri.


Kehendak  bisa mengatur moral dan tindakan kita, tapi kehendak bukan moral. Melihat motif adalah penting agar kehendak tidak dipakai untuk hal yang tidak baik. 

Kemampuan mengatur dirinya sendiri akan membedakan orang yang efektif atau tidak. Menohok sekali bagian ini. Bahwa kitapun perlu menguji dan melatih kehendak kita sambil melatih kehendak anak.

Berulang CM mengingatkan untuk melatih kehendak anak. Kita percaya keberadaan Tuhan dan kasih karunia, Kasih karunia itu ada, tapi latihan kehendak yang diberikan pada anak akan membuatnya lebih mudah untuk "kembali" ke jalur.

Lalu bagaimana melatih kehendak ?

Kehendak/will  dilatih dengan pengalihan pikiran.. melatih dia mau memikirkan yang mana.

Beberapa cara yang bisa dilakukan:

1. Incentives. Hadiah (Konsekwensi alami). Menolong anak menyadari bahwa dia akan mendapat sesuatu (konsewensi alami) yang dia sukai kalau dia bisa mengendalikan diri

2. Diversion. Melatih untuk dengan sadar memilih untuk tidak memikirkan hal yg "tidak penting". Nanti dia bisa melihat kembali rasa yg "ditinggal" tadi, dan melihat bahwa dia "menang" 

3. Change of Thought. Memikirkan sesuatu yang menyenangkan, ditengah hal yang tidak disukai, mencoba mencari pikiran lain yang lebih menyenangkan untuk diingat. Misal ketika terjebak dalam rutinitas yang membosankan, memikirkan hal lain yang kita sukai  sambil menghidupi rutinitas itu akan memberi energi barudengan begitu akan bisa menjalani rutinitas itu dengan gembira.

Dengan anak kita perlu melakukan konfirmasi emosi, dengan begitu kita bisa melatih anak untuk mengalihkan pikirannya.


#HomeEducation
#CharlotteMasonSeries
#OnlineDiscussion
#RefleksiNarasi

Senin, 23 November 2020

Home Education (21) - Seni

Sesi 21 ini belajar tentang seni.

Pada dasarnya anak sudah memiliki keindahan dalam diri dan benaknya. Karena itu di anak-anak kita hanya perlu memfasilitasi hal teknisnya saja, dan bagaimana mereka mau menuangkan dan mengembangkan yang ada pikirannya - berilah ruang.

Dalam hal seni menggambar atau mewarnai, biarkan anak menggunakan cat air di atas kanvas atau kertas gambar dan menorehkan kombinasi warna sesuai yang mereka sukai.

Ketika beraktivtas dengan tanah liat, salah satu yang bisa dilakukan misalnya menaruh satu objek di depan anak, lalu memintanya untuk membuat bentuk seperti yang ada di depannya, dan biarkan anak berkreasi dengan itu.

Untuk seni musik, jika orangtua tidak cukup punya keahlian yang cukup mengajarkan dasar-dasar musik maka sebaiknya mencarikan pengajar yang cukup ahli di bidangnya, agar anak bisa mendapat dasar-dasar yang benar sejak awal.

Untuk hasta karya, usahakan agar aktivitas yang dilakukan anak adalah sesuatu yang bermakna dan bukan sesuatu yang sementara - misal aktivitas dengan kertas yang kemudian dibuang - melainkan sesuatu yang layak disimpan / dipajang.

#HomeEducation
#CharlotteMasonSeries
#OnlineDiscussion
#RefleksiNarasi

Sabtu, 14 November 2020

Home Educatiion (20) - Sejarah dan Bahasa

Ketika belajar sejarah, anak tidak hanya perlu mengetahui sejarah bangsanya sendiri tapi juga bangsa-bangsa di dunia.

Menyediakan living book mengenai berbagai peradapan dan banyak tokoh di dunia akan memberi ide di benak anak tentang hal-hal yang pernah hidup di masa lalu.

Jika memungkinkan, sebaiknya memilih buku-buku sejarah yang ditulis atau diinspirasi oleh orang yang hidup di masa sejarah yang diceritakan itu. 

Mengenai belajar bahasa Inggris, lebih baik mengawalinya dengan grammar latin daripada English grammar. Anak-anak tidak perlu terlalu dini belajar grammar. Pengenalan kata-kata yang bermakna dalam kalimat sederdana akan lebih mudah diterima anak. 

#HomeEducation
#CharlotteMasonSeries
#OnlineDiscussion
#RefleksiNarasi

Senin, 09 November 2020

Home Education (19) - Geografi dan Sejarah


Geografi masih berkaitan dengan science, tapi lingkupnya lebih luas.

Hal yang paling menarik dari geografi adalah ketika memperlajarinya akan seperti mengisi anak-nak dengan ide dan memberi gambar-gambar di benak anak-anak.

Seringkali belajar geografi disampaikan dalam bentuk hafalan dan itu menjadi kurang menarik untuk dipelajari.
CM menyarankan langkah praktis untuk memulai belajar geografi ke anak dan lagi-lagi dimulai dari nembawa ke luar ruangan dan membangun kebiasaan mengamati. 
Nantinya ini akan menolong anak lebih mudah belajar mengenai pula-pulau bahkan yang di tempat yang jauh sekalipun.

Asupan buku-buku yang memberi ide akan sangat menolong ketika belajar mengenai geografi ini.

Hal sederhana yang bisa dilakukan adalah dimulai dari hal yang ada disekitar rumah, yang tidak asing bagi anak. Mengenai batas wilayah, posisi / letak benda / lokasi tempat, membuat denah rumah atau lokasi tempat yang ada di sekitar.

Nantinya dengan belajar geografi ini anak akan bisa membayangkan berada di suatu tempat yang jauh dari tempat dia berada, di masa yang berbeda dengan masa di mana dia berada. 
Hm,.. membayangkannya saja sudah seru ya. 

CM menyarankan anak untuk sudah membaca sejumlah buku bagus tentang banyak tempat di dunia. Ini akan membangun ketertarikan anak tentang banyak tempat dan makin menyukai membaca buku.


Minggu, 01 November 2020

Kenapa Homeschooling ?

"Kenapa tidak ?"
Jawaban yang tidak menjawab ketika ada yang menanyakan kepadaku dengan segala keheranan, kenapa kami memutuskan anak-anak homeschooling. 🤭

Aku paham kalau lingkungan sekitarku akan ada yang menentang dan merasa ini hal yang tidak biasa, karena untuk meyakinkan suamipun aku perlu waktu yang tidak sebentar.

Alasanku sebenarnya simple.
Aku ingin anak-anakku memiliki masa kecil yang tenang dan menyenangkan.. 🤗 juga belajar dengan merdeka bukan karena nilai, like, dan tepuk tangan.
Aku tidak ingin anak-anakku direcoki keriwehan bangun subuh, mandi, berangkat, perjalananan yang terlalu awal agar tidak telat, untuk kemudian berada di suatu tempat yang disana juga dia harus mengantri puluhan anak lain untuk diperhatikan dan di dengar beberapa menit (kalaupun ada). 
Rasanya tidak ada sekolah formal yang ada di sekitar yang bisa sejalan dengan visi pendidikan yang ingin kami terapkan ke anak-anak.
Memilih untuk tidak menjadi bagian sistem yang nantinya disitu akan ngomel-ngomel karena merasa kurang ini dan itu tapi seperti tidak bisa berbuat apa-apa.
Rata-rata sekolah formal yang aku tau sistemnya sama.. Untuk tingkat kelas 1&2 SD setiap kelas akan berisikan 1-2 guru untuk sekitar 40 anak selama +-2jam. 
Pelajaran akan terus dilanjutkan sesuai silabus baik anak bisa/paham atau tidak, dengan harapan semua bisa punya skill yang sama untuk tingkat kelas yang sama dan diukur dengan tugas dan ujian. Yang pada akhirnya tujuan belajar anak (dan orangtua) adalah nilai/bisa mengerjakan soal.
Masih ada alasan-alasan lain.

Bukan keputusan singkat juga ini.. 
Aku bukan penyinyir sekolah formal karena akupun dulunya sekolah formal, tapi jika kuingat aku tidak mengingat cukup kuat apa yang kupelajari di sekolah, karena belajar yang sebenarnya adalah ketika aku di rumah.
Yang kuingat tentang sekolah hanya suasana pertemanan, situasi dan lingkungan sekolah.

Secara akademis yang kuingat adalah bagaimana almarhum bapak mengajarku belajar di rumah dan melatih untuk suka belajar.. 9 tahun yang menyenangkan.. beliau meninggal di usiaku 9.
Menurutku itu dasar yang cukup kuat..
Tidak mengecilkan peran guru2 ya.. ini konteksnya tentang apa yang ku alami dan yang memicu pikiran ini.

Ketika anak2 masih belum usia akademis aku sudah berkeinginan suatu saat anakku mau homeschooling saja.. tapi rasanya tidak tau memulai dari mana dan belum terlalu yakin juga karena aku masih kerja di luar rumah dan belum rela melepas pekerjaan yang aku suka.

Aku terus mengundur waktu sekolah Ben, pengennya kl memang akan sekolah formal nanti langsung SD saja di usia 7.. tp sempat merasa mustahil karena biasanya (info yang kutau saat itu) TK adalah wajib setidaknya 1 tahun, untuk adaptasi persiapan ke SD.
Karenanya aku menyerah untuk homeschooling dan kami sempat daftarkan Ben ke TK B untuk start di 2020 saat usianya 6.

Somehow, pandemi datang... Ini seperti blessing in disguise.. di masa inilah aku merasa perlu menguji ulang keputusan memasukkan ke sekolah formal.. karena kantor memberlakukan WFH... dan kebetulan (lagi) seorang teman yang kukenal baik membuka kelas diskusi salah satu metode homeshooling yang juga aku tertarik.
Terlalu banyak kebetulan menurutku bukan kebetulan,.. terlalu naif memang kedengadarannya kalau kubilang aku merasa Allah yg mengarahkan situasi ini.. tapi aku memang merasa begitu.

Mencoba mengenal lebih dekat tentang homeschooling dengan metode CM dan aku makin merasa ingin untuk menerapkannya untuk anak-anak. It's like "Aha Moment".
Akan bisa mengatur sendiri kurikulum yang akan dipelajari, dengan metode yang bisa diatur sesuai kebutuhan dan situasi yang ada selama prinsipnya tetap dipegang.
Beberapa bulan berjalan mengenal homeschooling, untuk pertama kalinya aku merasa rela meninggalkan pekerjaan di kantor untuk mendampingi pendidikan anak-anak.. tentunya aku masih akan tetap bekerja/berkarya dengan waktu yang lebih fleksibel tapi tetap membuatku bertumbuh.. bukan hanya jadi penunggu rumah.. 🤭

Keinginanku sederhana.
Aku hanya ingin anak-anakku bisa belajar dan berkreasi sepenuh hati menikmati setiap proses dan hasilnya, tanpa harus berpikir bahwa yang mereka kerjakan akan dinilai dengan angka (nilai atau jumlah like) dan tepuk tangan.
Juga menolong anak-anak sejak awal untuk berlatih kebiasaan-kebiasaan baik secara fisik maupun mental, dengan harapan mereka bertumbuh menjadi manusia yang mengenal dirinya (tau apa yang dia inginkan dan bagaimana mengendalikan dirinya menghadapi aneka sistuasi), mengenal dan mengandalkan Allah, juga peduli dengan dunia/lingkungan dimana dia ditempatkan.

Belum tau ke depannya akan seperti apa, tapi setidaknya untuk saat ini aku yakin menjalani ini.. mengimani bahwa kami bisa beradaptasi dengan jalan ini.
🙏🏻😇

Rabu, 28 Oktober 2020

Home Education (18) - Ilmu Pengetahuan Alam (Science)

Science / Ilmu Pengetahuan Alam

Berbicara mengenai natural science diingatkan lagi mengenai membangun kebiasaan mengamati pada anak. Kehidupan di luar ruangan akan menjadi kunci utama dari belajar science. karena ketika sering berada di alam maka anak akan secara alami banyak mengamati lalu muncul pertanyaan-pertanyaan di benaknya. Orangtua perlu memberi kesempatan luas untuk anak-anak bisa menikmati alam supaya secara alami anak mengalami ketertarikan dengan sekitar. J

Pertanyaan yang paling sering muncul di Ben dan Liv adalah : kenapa air yang di sana diam saja, tapi yang di sana cepat sekali lewatnya ? kenapa awan bisa bergeser ?  kenapa di bawah kaki kita ada yang hitam ikutin gerakan-gerakan kita ? kenapa kaki seribu kalau dipegang dia melingkar ? kenapa tanaman itu kl dipegang dia jadi menutup ? (putri malu).

Diingatkan kembali agar kita orangtua tidak perlu terburu-buru untuk menjawab segala pertanyaan itu (tapi tetap harus punya  referensi yang baik untuk memancing ide anak menjawab pertanyaan-pertanyaan, karena seringnya kita pun tidak tahu jawabannya 😀). 

"The truth is, people who have never become interested in science can never appreciate most of the beauty that surrounds them."

Menurut CM, seperti apa seorang anak nantinya sangat tergantung dari seberapa banyak pengalaman nyata yang dialaminya dan seberapa bayal dia mengamati sesuatu dengan seksama/penuh perhatian/berpikir. Orang yang tidak tertarik dengan alam (dan segala kebiasaan benda di alam) mungkin akan kesulitan juga menemukan hal-hal yang menarik di sekitar.

Anak-anak akan bisa memahami ilmu pengetahuan alam karena semua yang terjadi di alam ada keteraturan di dalamnya dan  ada hukum alami yang mengaturnya dan itu bisa dipahami. 

Ada bacaan "The Science" yang disarankan untuk menolong anak belajar science. 


Geography / Geografi

Geograsi masih berkaitan dengan ilmu pengetahuan alam, tapi lingkupnya lebih luas.

Hal yang paling menarik dari geografi adalah ketika memperlajarinya akan seperti mengisi anak-nak dengan ide dan memberi gambar-gambar di benak anak-anak.

Seringkali belajar geografi disampaikan dalam bentuk hafalan dan itu menjadi kurang menarik untuk dipelajari.
CM menyarankan langkah praktis untuk memulai belajar geografi ke anak dan lagi-lagi dimulai dari nembawa ke luar ruangan dan membangun kebiasaan mengamati. 
Nantinya ini akan menolong anak lebih mudah belajar mengenai pula-pulau bahkan yang di tempat yang jauh sekalipun.

Asupan buku-buku yang memberi ide akan sangat menolong ketika belajar mengenai geografi ini.

Hal sederhana yang bisa dilakukan adalah dimulai dari hal yang ada disekitar rumah, yang tidak asing bagi anak. Mengenai batas wilayah, posisi / letak benda / lokasi tempat, membuat denah rumah atau lokasi tempat yang ada di sekitar.

Nantinya dengan belajar geografi ini anak akan bisa membayangkan berada di suatu tempat yang jauh dari tempat dia berada, di masa yang berbeda dengan masa di mana dia berada. 
Hm,.. membayangkannya saja sudah seru ya. 

#HomeEducation
#CharlotteMasonSeries
#OnlineDiscussion
#RefleksiNarasi

Senin, 19 Oktober 2020

Home Education (17) - Aritmatika / Matematika

Setelah off minggu lalu, hari ini kita belajar tentang matematika yang dimulai dari aritmatika.

Ketika anak (dan dewasa juga sih ya) belajar aritmatika, yang diharapkan adalah bukan sekedar bisa menjumlah atau mengurang, tapi proses berpikir yang dibangun selama mengerjakan. Dalam aritmatika, perlu nalar dan alur berpikir yang runut. Itulah yang perlu dilatih sejak awal anak belajar aritmatika.

"The main value of arithmetic and higher math is the way it trains reasoning powers, habits of understanding, quickness, accuracy, and being truthful intellectually." (CM Home Education-Vol1, Modern English)

Ketika anak dihadapkan dengan cerita artimatika, anak-anak perlu memikirkan proses apa yang harus dipilih untuk menyelesaikannya. Kita perlu hati-hati  memilih soal yang diberikan ke anak ketika dia belajar artimatika. Soal dalam bentuk cerita akan lebih mengarahkan anak untuk berpikir daripada soal yang dalam bentuk notasi langsung.

CM menyampaikan bahwa di awal anak belajar aritmatika, sebaiknya didemonstrasikan sehingga anak bisa melihat angka-angka itu dalam bentuk nyata. 

Anak perlu tau bahwa angka 3 itu berasal dari benda-benda yang berjumlah 3. Dengan peraga tertentu misalkan seperti biji kacang, anak bisa melihat dengan nyata seperti apa yang dimaksud dengan angka tersebut. Dan dengan peraga yang sama ini bisa berkembang dari penjumlahan, pengurangan, perkalian (yang adalah penjumlahan yang berulang).

Perlu diperhatikan bahwa setiap kali anak menjawab soal aritmatika, anak harus bisa menjelaskan alasan kenapa itu yang menjadi jawaban. Jadi bukan sekedar soal jawaban yang benar, tapi juga proses yang dilalui sehingga jawaban itu yang diambil.

Kita sebagai pengajarnya perlu menyampaikan pelajaran artimatika ini bertahap, tapi konsisten menambah tingkat kesulitannya. 😄 

(Di bagian ini aku merasa diingatkan bahwa kita yang mendampingi  tentunya harus bersabar juga ya, dan terus mengingat bahwa pelajaran adalah instrument pendidikan, fokusnya adalah si anak.. habit yang mau dibangun di dalamnya selama belajar.)

Ketika anak sudah tampak meyakinkan dan terbiasa belajar artimatika dengan alat peraga, bisa dicoba ke dalam bentuk cerita. Kemampuan imajinasinya akan dilatih. Tapi jika di awal dia masih memerlukan alat peraga, biarkan dia menggunakannya sambil terus menyemangati untuk perlahan "melepas" alat peraganya. Ada kebiasaan konsentrasi yang dilatih dalam hal ini.

Begitu juga ketika belajar notasi angka. Dari angka satuan, puluhan, ratusan, dst perlu benar-benar memastika anak paham konsepnya. Ketika di satuan agak sedikit lebih mudah, tapi begitu masuk ke puluhan akan sedikit lebih menantang juga untuk berhati-hati mengajarkannya. Beberapa waktu lalu Ben baca sendiri deretan angka 1-100 yang memang kutempel di dinding. Dia membaca sampai 20 lalu terdiam. Mungkin karena sampai 20 penyebutannya masih berbeda (... belas) dengan yang setelah 20 yang bisa terjebak dengan dua satu (2 dan 1) yang seharusnya dua puluh satu (20 + 1). Ah iya, perlu waspada untuk menjelaskan suku kedua di angka puluhan.

Nantinya jika anak sudah lebih terbiasa dengan notasi-notasi besar, mereka dikenalkan ke konsep berat dan ukuran. Dan ini juga dilakukan dengan menimbang dan mengukur sendiri benda-benda, dengan alat peraga/bantu seperti timbangan, atau bisa gelas ukur juga. 

Diingatkan juga bahwa aritmatika adalah cara yang sangat baik untuk melatih akurasi/ketepatan. Karena dalam matematika hanya ada benar dan salah, tidak ada hampir benar. Ini adalah kesempatan melatih anak untuk melakukan yang benar untuk setiap kalinya, jangan sampai anak berpikir bahwa jika mereka bisa mengkoreksi ulang kesalahan yang sudah terjadi. Tapi juga kita harus menyemangati bahwa akan ada kesempatan lain dimana dia bisa melakukan hal lain dengan benar (tapi untuk yang sudah salah, tidak bisa diperbaiki). Aih,.. dalam sekali maknanya. #merinding

Sharing seorang teman menyampaikan pengalaman belajar bersama anaknya mengenai hal ini. Di anak sendiripun mereka tidak nyaman jika berkutat dengan kesalahan yang pernah dilakukan. Lebih baik lanjut ke hal berikutnya dan tolong anak untuk melakukan dengan benar berikutnya. Luas sekali jadinya ya.

"The student shouldn't be allowed to think that what wasn't done properly the first time can just be fixed to make it right. There is no going back. But he can move forward. Maybe he'll get the next one right; a wise teacher will make sure that he does."  (CM Home Education-Vol1, Modern English)


Tidak ada persiapan khusus yang harus dilakukan sebelum belajar artimatika ini. Kita perlu memikirkan cara untuk mulai belajar aritmatika ini, tapi hindari memberi suasana yang terlalu serius atau tidak menyenangkan ke anak karena hanya akan membuatnya tidak menyukai aritmatika dan selanjutnya matematika.

Tadinya masih agak bingung-bingung, apakah harus dimantapin dulu menulisnya baru masuk ke yang lain atau bisa berbarengan. Ternyata untuk memulai aritmetika ini, anak belum perlu menulis banyak. Cukup lisan. Dan jikapun perlu menulis, mungkin akan sangat sedikit sekali ya. Jadi di sesi yang lain copywork untuk latihan menulis bisa dilanjutkan.

Hal yang mendasar dan penting sekali ya artimatika ini dalam kehidupan sehari-hari sekalipun.. dimana ada angka, disitu ada alasan kenapa perlu belajar artimatika.

Setelah diskusi ini terpikir untuk buat penerapan dengan Ben. 
Sudah ada buku Baburina di rumah. Ada banyak stick ice cream yang belum terpakai, bisa difungsikan sebagai pengganti kacang hijau yang ada di bahasan tadi. Beli kacang hijau juga sebentar sih untuk mencoba mengelompokkannya dalam kantong plastik kecil-kecil sebagai variasi belajar nantinya

Selanjutnya mulai menerapkannya segera. Kan katanya tidak perlu persiapan khusus ya. 😄💪

#HomeEducation
#CharlotteMasonSeries
#OnlineDiscussion
#RefleksiNarasi

Jumat, 09 Oktober 2020

Home Education (16) - Jangan Biarkan Yang Salah Terekam

Diskusi kemarin melanjutkan pembahasan menulis dan masuk ke bagian mendikte.

Di bagian belajar menulis, cukup detail dibahas mengenai posisi duduk anak, bentuk kursi dan meja yang disarankan untuk mendukung posisi duduk anak yang baik untuk menulis.

Untuk posisi duduk, disarankan untuk duduk di tempat yang disitu dia akan mendapat cahaya yang cukup dari sisi kiri (jika anak menggunakan tangan kanan untuk menulis), dan meja yang digunakan ketinggiannya sesuai dengan kenyamanan anak. 

Karena tangan nantinya akan sering digunakan untuk menulis, maka sejak awal belajar menulis sebaiknya anak diajarkan cara memegang alat tulis yang nyaman (bagi otot-otot tangannya) juga untuk jangka panjang. Alat tulis dipegang dengan jari telunjuk dan jari tengah, ditopang jempol dan jarak yang "pas" ke lembar kertas dimana dia akan menulis. Ketinggian posisi juga harus disesuaikan sehingga ketika menulis siku kanan terletak santai di meja. begitu juga tangan kiri terletak santai sambil menahan kertas/buku tempat dimana dia menulis. 

Kursi yang disarankan juga sebaiknya yang bisa diatur ketinggiannya, bisa bebas maju, mundur, memiliki sandaran punggung, penopang kaki. Untuk meja atau bangku, disarankan yang memakai engsel di bagian atas, bisa buka-tutup, semacam laci bukaan atas. Ini akan menolong anak untuk belajar lebih rapih dan mengatur perlengkapan belajarnya dengan teratur dan mudah dijangkau. Haha, agak PR yah ini.. kita lihat nanti seperti apa yang bisa diusahakan untuk Ben. Intinya menurutku adalah, posisi tempat belajar anak haruslah nyaman untuk fisiknya dan juga melatih kebiasaannya untuk teratur/ringkas dan rapih.

Hal yang paling membekas di ingatakanku dari sesi kemarin adalah jangan biarkan anak mulai menulis yang salah, karena karena yang salah itu akan masuk di galeri ingatannya dan jikapun dia akhirnya belajar kata yang benar, akan ada kebingungan "yang mana yang benar ya ? Ya.. ini terjadi padaku setiap kali akan menulis beberapa kata dalam bahasa Inggris. Mana yang benar "tomorrow" atau "tommorow";  "success" atau "succes" atau suceess". Yang mana yang seharusnya double hurufnya ?? 😂

Hal ini dibahas di bagian mendikte, yaitu saat anak diminta menuliskan ulang apa yang dibacakan. Cara yang disarankan adalah ketika orangtua/guru membacakan kata/kalimat, pastikan anak bisa membayangkan kata tersebut dalam keadaan mata tertutup. Ini melatih kebiasaan membayangkan. Biarkan anak menulis di papan tulis huruf demi huruf, dengan begitu ketika kita melihat bahwa huruf berikutnya akan salah, kita segera mengkoreksi dengan yang benar supaya kata yang salah tidak sempat "terekam" mata dan memori anak.

Ah, begitu ternyata awal mula kesalahan itu terjadi ya. 😆

"The whole secret of spelling lies in the habit of visualising words from memory, and children must be trained to visualise in the course of their reading. They enjoy this way of learning to spell." (CM-Vol.1 page 242)

 

#HomeEducation
#CharlotteMasonSeries
#OnlineDiscussion
#RefleksiNarasi

Minggu, 04 Oktober 2020

Home Education (15) - Narasi dan Menulis

Beberapa waktu belakangan ini di diskusi CM aku jadi lebih sering mendengar kata narasi. Setelah habit training, narasi adalah "andalan" dalam metode CM, sepaket dengan living book.

Terakhir mendengar kata narasi ini ketika aku di bangku SMP, tepatnya di mata pelajaran bahasa Indonesia. Seingatku narasi ini semacam mengembangkan paragraf, dan membentuk sebuah karangan. Sampai di situ saja yang kuingat. 

Tidak menyangka bahwa narasi ini cakupannya luas sekali dan sebenarnya adalah sesuatu yang alami di kehidupan sehari-hari jika dibiasakan.
Apalagi dalam kehidupan keseharian anak, menceritakan ulang kejadian yang baru dia alami atau beberapa waktu lalu dia alami adalah bentuk dari narasi. Sesuatu yang membekas dalam ingatan nya yang disampaikan ulang dengan bahasanya sendiri (sebagai konsekwensi alami yang dia terima ketika menaruh perhatian penuh terhadap sesuatu).
Bukan hal yang baru ya narasi ini. Baik di anak maupun orang dewasa, narasi sudah ada dalam diri kita. Hanya perlu alasan untuk melakukannya dengan mudah, rajin, berurutan, detail dengan pilihan kata yang tepat tanpa melebih-lebihkan. Ya, seperti ketika saat ini aku menulis narasi ini (terasa agak sulit kadang, karena lama tidak membiasakan 😅).

Bisa dikatakan narasi ini adalah kemampuan alami yag dimiliki setiap anak, tapi jarang dimanfaatkan untuk pendidikannya.

Diskusi kemarin membahas bagaimana narasi ini dimanfaatkan dan itu runut dilakukan.
Sampai anak usia 6 tahum biarkan anak menarasikan apapun hanya ketika dia mau, tidak perlu meminta untuk menceritakan apapun jika dia tidak mau. Kecenderungan anak kecil adalah dia akan bercerita apapun kepada yang mau mendengarkan ceritanya.
Ah, iya ya, benar sekali. Begitu mereka bisa bicara, Ben dan Liv tak berhenti mencari waktu dan menceritakan apapun yang menarik buat mereka. 😂

Apa yang dinarasikan ?
Jika tujuan adalah untuk mengisi pikiran-pikiran anak dengan hal-hal yang baik, tentunya kita perlu memberi asupan bacaan dan pengalaman yang juga berkualitas baik. Pengalaman bermain dan mengamati di alam terbuka, membacakan buku-buku yang berisikan ide yang hidup (living book).

Memanfaatkan narasi dalam proses belajar anak (usia di atas 6 tahun) bisa dilakukan dengan memintanya menceritakan apa yang telah dibacakan padanya setelah sekali dengar. Ini akan melatihnya untuk lebih memberi perhatian penuh pada pelajarannya. Tentunya dalam praktiknya kita perlu mengenali kemampuan anak, dan memberi bacaan/membacakan sesuai usianya dan biasanya durasi belajarnya tidak panjang.
Jika bukunya sesuai dan anak menaruh perhatian penuh kepada apa yang dibacakan, maka anak akan bisa menarasikan bacaannya. Beri anak waktu untuk menyelesaikan narasinya. Tidak perlu mengkoreksi anak saat anak sedang bercerita.
Pelajaran narasi waktunya biasanya tidak lebih dari 15 menit.
Haha.. ketika mendengar bagian ini rasanya mustahil. 15 menit ? beneran 15 menit ?
Belum mencoba, tapi rasanya masuk akal juga. Karena rentang konsentrasi yang efektif untuk mendengar/belajar di kebanyakan anak memang tidak terlalu panjang, dan memang lebih  baik juga ya kalau durasi pendek tapi anak memang paham apa yang sedang dibaca/dipelajari daripada berlama-lama tapi jejak kejenuhan dan keruwetan mulai mendekat.

Beberapa hari lalu papa nya membacakan free read ke Ben tentang nenek tua yang tinggal dalam sepatu raksasa (salah satu isi buku terjemahan Charlotte's Web). Cerita yang sama sekali baru juga bagiku yang mendengar di samping mereka. Selesai papanya membacakan, aku meminta Ben menceritakan yang didapat dari cerita itu dan awalnya terdiam sejenak, menginngat, menghela nafas 😜.. lalu mulai cerita pelan-pelan, lalu mulai lancar dengan bahasanya dan ekspresinya, kemudia mencoba membuat aku mengerti dengan cerita itu. Ada bagian yang dia seperti mencoba menjelaskan padaku: "tadi gak dibilang sih di bukunya kalau naga itu di depan pintu penjara, tapi kayaknya abang rasa naga itu pasti di depan pintu penjara untuk jaga supaya si bapaknya itu nggak bisa kabur". (mungkin ekspresi wajahku tampak tidak paham sehingga dia merasa perlu menjelaskan 😀).
Dalam benakku : "ini ya yang bisa dilakukan anak usia 6 tahun". Pesan yang disampaikan bacaan itu menurutku bisa diterima dengan benar.

Masih mencoba mengeksplor dan melatih kebiasaan narasi ini ke diri sendiri dan juga anak-anak. 
Makin terasa juga dengan buku-buku tertentu, ada "sesuatu yang hidup dan berkembag" di pikiran mereka sehingga bacaan itu tidak berhenti ketika buku selesai dibacakan.

Sesi kemarin juga belajar mengenai menulis.
Urutan berikutnya setelah tahapan-tahanap mengenal huruf, suku kata, kata, kalimat, membaca, dan narasi.

Diingatkan untuk sejak awal belajar menulis, anak harus dibiasakan untuk menyelesaikan dengan sempurna. Tidak membiarkan tulisan serampangan. Hal yang agak sedikit berbeda dengan yang selama ini umum dibiasakan di banyak tempat. 
Meskipun sebuah huruf, sebuah lengkungan atau garis, haruslah diselesaikan dengan sempurna (perfect execution). Waktu belajar menulis ini singkat saja, tidak lebih dari 5-10 menit. Bisa dimulai dari huruf-huruf mudah, seperti : i, j, l. Huruf-huruf yang tampak mudah, tapi harus dilakukan dengan serius, benar, dan indah.

Anak perlu dilatih menyalin sebelum mulai menulis. Kita perlu memastikan anak menyalin huruf dengan sempurna dan tidak boleh menyalin yang salah. Bisa dengan meletakkan karya tulis yang bagus di depannya untuk disalin, tidak perlu terburu-buru tapi perlu memastikan dilakukan dengan benar sejak awal.

Teringat laying down the rail. Membangun sejak awal yang benar mungkin agak lama, tapi akan lebih mudah dan cepat daripada memperbaiki sesuatu kebiasaan buruk yang sudah terbentuk. Inipun berlaku untuk menulis.

Sepertinya akupun perlu belajar ulang mengenai menulis. 😂
Mari belajar bersama, nak.


#HomeEducation
#CharlotteMasonSeries
#OnlineDiscussion
#RefleksiNarasi

Sabtu, 26 September 2020

Home Education (14) - Membaca

CM sangat detail dengan proses mengenalkan pelajaran ke anak-anak. Setelah di awal menekankan habit training yang akan menjadi pondasi semua proses, masuk ke belajar mengenali huruf, lalu suku kata, kata, membentuk kalimat pendek, dan sekarang mulai membaca. Dan semua-semuanya selalu ditekankan bahwa fokusnya adalah anak, dan proses pembelajaran situasinya haruslah menyenangkan.

Anak haruslah belajar membaca dengan cara membangun kebiasaan baik, dengan penuh perhatian, tidak menganggap remeh atau ogah-ogahan. Penting  bagi anak untuk menikmati pelajaran membacanya, ketika dia merasa berhasil menyelesaikan bagian yang direncanakan akan ada rasa percaya diri. Proses belajar membaca ini harus dilakukan dengan benar sejak awal, cara mengucapkan haruslah tepat dan jelas.

Resitasi adalah cara yang disarankan dalam proses membaca dengan anak. Ini juga disebut dengan seni anak-anak, karena sebenarnya resitasi sudah ada dalam diri anak-anak, tinggal menunggu waktu dan cara untuk dibangkitkan. 
Bacaan anak menjadi indah karena dia mendapat makna apa yang dibaca. Tapi ini bukan tentang indah-indahnya, melainkan anak tau cara menekankan kata-kata.
Read aloud termasuk resitasi.
Resitasi melatih anak menghidupkan bacaan. 

Sejujurnya kata resitasi sangat asing buatku. 
Kemarin di sesi diskusi sempat disebut: "membaca seperti Landong Simatupang mambaca cerpen"
Ketika aku mencari tau di youtube, jadi paham sehidup apa bacaan itu ketika pak Landong ini membaca. Ada yang menyebutnya dengan membaca dramatik.

Tapi kembali ke pembahasan sebelumnya, bahwa resitaasi bukan soal indah-indah membaca, tapi keindahan itu muncul sebagai konsekwensi alami karena anak mendapat makna dari apa yang dibacanya.
Terbiasa dengan hal ini akan membuat anak tumbuh menjadi manusia dewasa yang bisa berbicara efektif di depan umum.

Anak juga perlu dilatih untuk menghafal. Tapi bukan menghafal seperti zaman aku sekolah dulu, yang dilakukan demi mengerjakan soal. Ternyata untuk menyimpan sesuatu di ingatan anak(menghafal), tidak harus selalu mengambil waktu khusus. Misalkan puisi. Membacakan ke anak secara berulang sambil melakukan aktifitas umum bersamanya (memandikan, menyisir, ketika dia bermain, dll) bisa membuat anak menghafal puisi yang tidak pernah dibaca secara khusus.

Di bagian ini aku teringat Ben dan Liv dengan puisi di CF-Meeting:

Ku lihat yang bicara, dengar dengan seksama
Ku duduk dengan tegak, bak tentara yang sigap
Aku takkan mengganggu, kan waspada tak lengah
Aku akan bertanya, agar aku mengerti
Komitmen sangat penting jagaku dari bahaya
Agar ku tetap ingat, ulangi lebih cepat

Membacakan (read aloud) ini berulang ketika mereka sedang bermain, atau ketika kami sedang berjalan, atau waktu luang singkat lainnya. Liv yang juga mungkin belum tau itu tentang apa pun bisa menghafalkan tanpa bantuan. Ben mungkin karena usia lebih besar, lebih kritis dengan setiap kata. Dia menanyakan arti setiap kata asing yang dia dengar, setelah dia memahami arti setiap baris, barulah lebih cepat baginya dengan hidup membacakannya.

Memiliki piliran terbuka untuk secara bebas menerima kesan yang menarik lebih penting daripada melakukan upaya sadar menghafalkan bait-bait puisi/bacaan.

Ada bagian yang mengingatkan bahwa aktivitas otak yang tidak disadaripun bisa menyebabkan keausan jaringan otak, jadi jangan berlebihan melakukannya, dan jangan mulai sampai anak berusia enam tahun. Selama 6 tahun itu jangan bebani pikiran anak.
Ups,.. hold dulu buat Liv kalau begitu. 😀 seru-seruan aja buat Liv.

Dalam menghafal, ada latihan kebiasaan mengingat.
Menghafal ini adalah proses mengisi pikiran anak dengan hal-hal yang menolong dia untuk karakter masa depan, jangan membuang waktu dengan mengisi pikirannya dengan omong kosong. Tidak boleh membuatnya kewalahan, tapi juga jangan menyia-nyiakan kesempatan.
Whew..! Harus berhikmad yah. Kenali anakmu wahai Ibu,.. perhatikan setiap responnya.. 😄 #selftalking

Untuk anak usia 8-9, pendidik perlu memastikan anak terus mengembangkan kebiasaan membaca dan memastikan anak tidak terjerumus dalam kebiasaan membaca yang buruk.
Kebiasaan membaca perlu dibangun sejak dini. Segera setelah anak bisa membaca, biarkan dia membaca buku-buku yang berkualitas baik : living book. 

Kembali diingatkan bahwa membaca bukanlah mengenai cepat menyelesaikan bacaan buku, tapi bagaimana dia memaknai buku itu. Jadi, katakan tidak pada kursus baca cepat ya.. 😄
Justru perlu dibangun kebiasaan membaca lambat. Lambat karena dia memaknai dan memahami setiap kalimat dengan sadar.

Anak juga perlu dilatih membaca lantang. Ini akan melatih kemampuan verbal anak. Kata-kata indah layak diucapkan dengan indah, dengan nada yang jelas dan pengucapan yang tepat.

Ketika anak membaca, orangtua/guru/pendidik haruslah memberi ruang kepada anak menjadi dirinya sendiri. Tidak mengarahkan gaya membaca anak harus seperti yang kita.  Sempat teringat, beberapa kali gaya pengucapan dan bicara Ben menyerupaiku, dan sempat terpikir jangan-jangan aku sudah melakukan kesalahan sehingga dia jadi "peniru". 
Tapi diingatkan juga oleh teman-teman diskusi, bahwa terasa mirik karena "atmosfir" nya. Adalah alami jika atmosfir diserap anak, yang penting jangan dikoreksi terus dengan ala kita.
Tak apa dia tampak meniru, tapi dia akan punya style sendiri ketika diberi ruang berekspresi.


Diingatkan juga mengenai pelafalan yang ceroboh tidak boleh dibiarkan, dikoreksi sejak awal. Seperti Ben mengucap "jendela" dengan "jelenda", atau terbiasa dengan kata masa kecilnya mengatakan "ponek" untuk "penyet/gepeng" (apa bahasa Indonesianya ya ? pipih ??)
PR ya ini..

Membaca dengan makna, membuat orang bicara bisa menyampaikan pesan dengan benar.

#HomeEducation
#CharlotteMasonSeries
#OnlineDiscussion
#RefleksiNarasi

Minggu, 20 September 2020

Home Education (13) - Belajar Membaca

Senang sekali dengan sesi 13 ini, semacam waktu yang tepat ketika aku sedang berpikir serius bagaiman cara memulai melatih membaca ke Ben. Ben sudah mengenali semua huruf, dan jika baca 1 suku kata (dari gabungan 2 huruf) dia sudah bisa. Tapi ketika gabung 2 suku kata, belum bisa. 
Pernah suatu kali kami mencoba belajar membaca. Saat itu kata : "NASI".
Membaca gabungan N+A menjadi "NA" dan S+I menjadi "SI" secara terpisah Ben sudah bisa dengan cepat. Ketika diminta digabung, Ben menyebut "SISI" 😆
Ada rasa dalam hati : kenapa susah tinggal gabung aja, ya ? 🤭
Daripada menunjukkan ekspresi wajahku yang membuat Ben tidak nyaman dengan jawabannya, kupilih untuk menyelesaikan di situ dulu belajarnya.
Jadi ketika sampai di topik ini, rasanya : Yeay..!

Di diskusi kemarin dibahas bahwa banyak metode yang bisa dilakukan untuk melatih anak belajar membaca.. dan setiap anak punya  "kesiapan dan ketertarikan sendiri" dalam belajar membaca.

Tidak perlu terburu-buru, melatih membaca ketika usia cukup siap untuk itu. 
Dan sebaiknya yang dibaca dimulai dari hal yang berkaitan dengan anak di kehidupan sehari-hari.
Syarat untuk bisa belajar membaca pastinya anak kenal huruf terlebih dahulu.. lalu kemudian memilih cara untuk merangkai huruf untuk belajar membaca.

Ben menyukai ketika kami menulis huruf di udara dan bergantian menebak/mencoba mengenali itu huruf apa. Misal menulis huruf tertentu di udara,.. ini melatih habit of attention anak.. beberapa kali Ben minta "bisa diulang, ma ?". Lama kelamaan pertanyaan itu jarang terdengar.. dan yang tidak kuduga, Ben menambahkan ide permainan.. dari huruf itu dia menghubungkan dengan satu kata yang diawali dengan huruf itu. "S,.. Sapu", serunya sambil tertawa.

Buatku mengenali Ben siap belajar membaca itu ketika dia mulai sering menanyakan ini huruf apa ? Atau "tikus itu depannya T bukan, ma ?
Buatku ini adalah tanda alami Ben siap belajar membaca. Dan sering melihat dia seperti membacakan buku ke adiknya seolah dia sudah bisa membaca.

Selama ini tidak pernah meluangkan waktu khusus untuk belajar mengenali huruf, hanya membuat tempelan alphabet dinding dan sesekali membaca bersama cara menyebut huruf itu, dan ternyata itu menempel di benaknya. Cukup sering membaca buku bersamaku atau papanya (dibacakan, tapi dia melihat buku itu).
 
Di diskusi kemarin aku menangkap belajar membaca adalah termasuk picture painting.. ketika anak sering melihat dan mendengar huruf/kata, maka itu terekam di otak dan menjadi bagian dari galeri/koleksi di benak anak.

Ya.. mencoba lagi dari awal, tidak terburu-buru.. mempersiapkan atmosfer menyenangkan untuk mulai belajar membaca.

Penerapanku kemarin membuat pecahan huruf di kertas yg dilaminating.. nantinya akan kami pakai untuk belajar mengkombinasi huruf seperti salah satu contoh cara belajar membaca yang disampaikan di diskusi kemarin.

Ada bagian yang mengingatkan agat membiarkan anak belajar sendiri, dengan begitu dia akan belajar abjad sendiri. Mengingatkan ku sebagai Ibu untuk menahan kesesenangan untuk tidak terlalu bersemangat mengajarkan. Tidak membujuk untuk menemukan abjad ketika anak lebih suka memainkan sesuatu yang lain.

Waktu belajarnya harus menyenangkan, dan lakukan dengan benar pelafalan/pengucapan sejak awal.

#HomeEducation
#CharlotteMasonSeries
#OnlineDiscussion
#RefleksiNarasi

Senin, 14 September 2020

Home Education (12) - Taman Kanak-Kanak

Dalam pendidikan taman kanak-kanak, kualitas guru adalah bagian yang sangat penting. 
Menurut CM, kualitas langka yang harus dimiliki guru TK adalah : harus lah berbudaya, memiliki pemahaman psikologi dan seni pendidikan, bersimpati pada anak, bersikap bijaksana, memiliki akal sehat, memiliki banyak pengetahuan umum, menyukai alam dan mampu mengelola anak dengan baik.
Dengan guru yang tepat, TK itu indah dan menyenangkan seperti surga.

Merujuk ke kualitas langka itu, Ibu bisalah ya jadi guru TK terbaik buat anak-anaknya. 😉
Apa yang biasanya dilatihkan di TK, bisa dilatihkan di rumah dengan cara yang lebih santai dan disesuaikan dengan rutinitas keseharian anak-anak. Mengenali warna, membedakan bangun ruang, melipat kertas, dll. Semuanya bisa dipelajari dalam bentuk nyata, misal melihat warna dari mengamati tanaman, langit, dan alam sekitar. Bentuk selimut, dan jika dilipat seperti apa.. menggantung handuk setelah mandi, merapikan taplak meja yang kusut,.. dll. Itu akan lebih nyata dan berkaitan dengan keseharian.

Semua kegiatan anak harus tunduk pada tujuan pelatihan. Kita harus tau tujuan/guna/manfaatnya apa ketika kita melatih atau memberi pelajaran kepada anak.

Hal yang khas pada anak usia TK adalah "manis dan ceria". Ada sukacita yang terpancar di matanya.
Guru/Ibu harus segera bertindak dan menanggapi serius jika melihat wajah anak yg tidak bercahaya, redup, tampak tidak bahagia.

Seringkali kita merasa anak-anak berpikir sederhana, padahal dalam banyak kesempatan mereka bergumul dalam hatinya tapi mungkin belum bisa mengungkapkannya. 

Teringat ketika Ben usia 2tahun 9 bulan saat Liv adiknya lahir. Di hari-hari itu sering terjadi mainan yang jatuh (dengan sengaja) dari tangga atau jatuh dari balkon, atau suara mainannya lebih keras dari biasanya. Aku merasa ada sesuatu yang berbeda dari rautnya meskipun Ben juga tampak sangat sayang pada adiknya, terlihat dari tatapannya ketika mereka tandem nursing (menyusu bersama).
Suatu sore minta mamaku jaga Liv sebentar ketika tidur dan ajak Ben jalan sore berdua saja. Sepanjang jalan tanganku digenggaaam erat,.. dan Ben bilang : "Ben senang jalan berdua gini sama mama" dengan wajah yang sangat gembira.
Ah, betapa di usia itu anak sudah menyimpan sesuatu yang cukup komplex ya.
Sejak itu aku selalu berusaha menggali isi hatinya, memberi waktu kalau-kalau dia ingin cerita sesuatu. 

Anak-anak bukan kertas putih itu.. yang bisa diwarnai seperti yang kita mau.
Mereka dan imajinasinya juga sangat luas.. terlalu luas untuk hanya diminta melipat kertas dan mewarnai.. dan seringkali terlibat dalam pentas yang ada di TK tampak membuat anak bahagia.. ketika mereka tampil, lalu orang bertepuk tangan.
Sungguhkah mereka bahagia ? Atau mereka melakukan itu untuk menghibur guru dan orangtua saja.. supaya kita senang.. 

Banyak hal yang baik di TK, tapi rumah tetap tempat terbaik untuk bermain dan belajar (jika di rumah ada Ibu pendidik yang punya setidaknya beberapa kualitas langka di atas 🤭).

Diskusi kemarin sempat menyinggung analogi sesat mengenai kehidupan taman yang tertata rapi dan menyenangkan dimana anak seperti  tanamannya.
Jadi teringat experimenku tentang tanaman rambat dan ajir lengkungnya.

Anak/manusia punya sejuta karakteristik berbeda dengan tanaman,.. keteraturan tetap perlu, tapi membatasi ruang gerak di masa pertumbuhannya akan membuatnya sulit berkembang (kalau terlalu jahat untuk disebut menjadikannya kerdil).

Membaca singkat cuplikan hidup Helen Keller juga sangat menarik.. Dia yang buta secara fisik membuka mataku bahwa sosok guru yang tepat memaksimalkan fungsi indera yang ada membuat Helen tetap bisa menikmati indahnya dunia.

Diceritakan di usia 19 bulan Helen mengalami meningitis yang membuatnya kehilangan pengelihatan dan pendengaran.. masa kecilnya hidup dalam gelap dan tidak terhubung dengan dunia luar. Tapi dalam keterbatasannya itupun ada kesan yang diingat dari alam, seperti : ada mawar, ada cinta.
Sampai suatu waktu di usianya 7 tahun, ada keajaiban dalam hidupnya yang diawali oleh kedatangan gurunya. Kisah ini ditulis sendiri (tanpa bantuan dan tanpa revisi) oleh Helen Keller dalam bukunya yang berjudul : The Story of My Life. Helen mengumpamakan kedatangan gurunya ini seperti Israel keluar dari Mesir.. semacam kemerdekaan.. segitunya ya.
Aku belum baca, dicari dulu.. cuplikannya menarik.

Anne Sulivan yang adalah sosok yang masuk akal, sopan, dan mempercayai sumber dayanya sendiri. Anne sejak awal sadar bahwa pekerjaannya adalah membebaskan kepribadian muridnya, bukan melumpuhkan/membatasi. Dia membutakan dirinya selama beberapa tahun dan berada di sebuah Institut Tuna Netra. Dia tidak mau Helen dijadikan eksperimen dan juga tidak menggunakan materi TK yang disarankan. 
Dia merasa sistem pendidikan yang rumit dan khusus dibangun dengan anggapan bahwa anak adalah sejenis idiot yang harus diajari cara berpikir. Padahal jika dibiarkan, anak akan berpikir lebih baik hari demi hari meski akan mengambil waktu lebih lama. 
Di usia kanak-kanak, biarkan mereka datang dan pergi berpendapat semau yang mereka pikirkan tanpa harus dibentuk dalam sebuah kelas dengan meja-meja menghadap guru yang selalu mengarahkan. 

Koq aku tiba-tiba teringat proses pematangan buah alami vs karbit yah ? 

Pengingat agar jangan sampai kita sendiri yang membangun tembok perkembangan anak.. tembok yang akan lebih menghambat daripada keterbatasan fisik yang ada.


#HomeEducation
#CharlotteMasonSeries
#OnlineDiscussion
#RefleksiNarasi

Sabtu, 05 September 2020

It's My Day.. 38 years in HIS Grace

 

"Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku. Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya." (Mazmur 139:13-14)


"Certainly you made my mind and heart; you wove me together in my mother’s womb. I will give you thanks because your deeds are awesome and amazing. You knew me thoroughly; (Psalms 139:13-14)


Happy 38th Birthday, Renata.. 
God loves you so much.. You're fearfully and wonderfully made by God.. and HE know you so well.. 
.
Bangun pagi ini mengingat kesempatan hidup yang Allah berikan dengan segala warna-warninya.. bersyukur untuk segala sesuatunya.. dengan satu harapan bahwa Allah tetap ada menemani dan menuntun kehidupanku dan yang kukasihi.. memberi hikmad untuk mejalankan setiap peran dalam hidup.

Trusting HIS heart.

The favorite songs of mine:

https://youtu.be/sSNl3MORvMo

https://youtu.be/XQan9L3yXjc

https://youtu.be/sL1DNipyurM

Jumat, 04 September 2020

Home Education (11) - Karakter dan Ilmu Pengetahuan

Dalam pendidikan CM, pendidikan disebut sebagai instrument pendidikan. 

Bagiku ini seperti sebuah proses.. ada tujuan yang jelas, fokusnya adalah sesuatu, alatnya bisa banyak jenis. Misalkan kita ingin membuat nasi kuning, alat membuatnya bisa beberapa pilihan, fokusnya adalah di bahan yang akan diolah.

Dalam pendidikan, fokusnya adalah anak. Karakter apa yang didapat atau dilatih melalui pelajaran itu. Fokusnya adalah anak, bukan pelajarannya. Ini yang seringkali jadi kesalahpahaman dalam proses pendidikan. Semua terfokus pada pelajarannya, pada materi yang sedemikian rupa sehingga lupa apakah sebenarnya anak memerlukan itu atau tidak.

Yang menarik dari diskusi kemarin adalah mengenai pelajaran dan karakter yang seringkali dibedakan secara terpisah. Karakter yang identik dengan kemampuan mental dan pelajaran mengacu ke kemampuan pengetahuan/akademik. Padahal ini seharusnya sepaket, dalam setiap pelajaran haruslah ada karakter anak yang dilatih.

Jadi ingat ketika tahun lalu bergumul mencari sekolah untuk Ben. Aku minta testimoni dari beberapa orangtua yang anaknya sudah bersekolah, dan tidak sedikit aku mendapat pertanyaan balik : "kamu tujuannya apa dulu ? akademik apa karakter ? kalau akademik di sekolah A okelah, tapi karakternya gak.. kalau di sekolah B mereka memang menekankan karakter banget, jadi nggak terlalu buat anak tertekan dengan target-target pelajaran". Nah lho.. yak dipilih-dipilih... 😆

Ada beberapa perbincangan dengan beberapa ibu dan dengan beberapa pertimbangan kami akhirnya mendaftarkan di sekolah B, meski akhirnya karena beberapa hal dampak pandemi ini kami pilih untuk membatalkan Ben sekolah formal tahun ini. 😄

Diskusi kemarin juga diingatkan bahwa orangtua tetap harus terlibat dalam pendidikan anaknya, apakah itu sekolah formal atau pendidikan rumah (home education). Bahkan meski di sekolah yang dikenal guru-gurunya berkualitas baik, orangtua tetap perlu mengawasi pendidikan anaknya. Tidak melepaskan dan mempercayakan penuh ke lembaga pendidikan.

Kesulitannya adalah di lembaga pendidikan yang  dalam satu kelas memiliki beberapa puluh anak, tentulah gurunya tidak punya waktu untuk mengamati satu-persatu anak didiknya dan belum tentu ada komunikasi yang intens dengan orangtua sehingga kebutuhan pendidikan anak yang menjadi tujuan tercapai. Hanya mengikuti sistem yang sudah ada. 

Untuk anak yang belum di usia sekolah juga orangtua perlu mengawasi aktivitas sehari-hari, jangan sampai dalam kesehariannya yang tanpa jadwal rutin dibiarkan bersama pengasuh yang tidak berkualifikasi (tidak dilatih mengenai pola pengasuhan yang diinginkan orangtua).

Ah, idealnya memang orangtua yang memegang penuh pendidikan anak yah.. jadi gimana nih ? resign ajalah aku ?? makin ke sini rasanya makin besar keinginan untuk terlibat penuh dalam pendidikan anak-anak dan gak yakin akan bisa begitu jika bekerja di luar rumah. #eaa #curhat

Jikapun orangtua terlibat penuh dalam pendidikan anaknya, ketika menyampaikan pelajaran ke anak, ibu perlu tahu tujuan untuk apa setiap pelajaran itu diberikan. Dan di setiap harinya anak-anak belajar, haruslah anak mendapatkan ide-ide baru. 

Untuk mendapat ide-ide baru di setiap pelajaran tentu pendukung pelajaran haruslah berisikan ide-ide jg.. kurikulim yang kaya dengan asupan living books, dan pengaturan susunan pelajaran yang mendukung kesehatan jiwa raga anak.

Di rumah kami memang belum sampai ke pelajaran berstruktur, tapi jadi paham kenapa di awal-awal materi CM ini benar-benar dikenalkan dan ditekankan mengenai beberapa kebiasaan yang perlu dilatih, karena dalam prosesnya nanti itu akan berguna dan semakin berkembang.

#HomeEducation
#CharlotteMasonSeries
#OnlineDiscussion
#RefleksiNarasi

Minggu, 30 Agustus 2020

Home Education (10) - Ketaatan dan Kejujuran

 

#HomeEducation
#CharlotteMasonSeries
#OnlineDiscussion
#RefleksiNarasi

Merambat di Jalur

(Picture date : 23-08-2020)

Menanam tanaman merambat ini di pekarangan kecilku adalah salah satu penerapan pribadi membuat tugu peringatan pelajaran CM beberapa waktu lalu tentang "Laying Down The Rail".

Kenapa tanaman merambat ? masa anak disamakan dengan tanaman ? 😁😁
Pastinya tidak sama. Bahkan jauh berbeda, tapi setidaknga ada 2 hal yang sama : "pertumbuhan" dan "natur/bawaan alami".

Empat tanaman ini adalah : kembang telang, kacang panjang, buncis, dan mentimun. Naturnya mereka adalah merambat kemana-mana, jika tidak disiapkan jalurnya maka dia akan merambat kemanapun dia mau merambat. Konon katanya si kembang telang ini yang bawaan alaminya paling parah pergerakan dan arah rambatnya. Beberapa teman menyarankan tanam telang jangan di pot, di tanah langsung saja. Karena aku tanam ini dengan tujuan tertentu, jadi aku tetap memilih dalam pot. 

Juga sengaja menyiapkan ajir lengkung untuk mereka, sebagai jalur arah yang kuharapkan dia bertumbuh.
Mengamati proses tumbuh mereka dari biji, bertunas, keluar daun, mulai mengeluarkan tunas lentur yang mencari arah, mulai berpegangan, mulai merambat, mulai salah jalur ke ajir pot sebelah (lalu kukembalikan ke ajirnya 😜), sampailah ke kondisi di foto di atas ketika sampai di puncak ajir.. tunasnya kayak lagi bingung gitu mau kemana 🤣🤣.


(Picture date : 30-07-2020)

(Picture date : 07-08-2020)

(Picture date : 13-08-2020)

(Picture date : 22-08-2020)

Dalam prosesnya, ketika rambatannya belum tinggi, ada hari-hari di mana aku terlalu sibuk, tidak memperhatikan mereka. Dan di hari-hari itu salah satunya merambat ke ajir sebelahnya.. 😁 Agak merasa geli sejenak,.. tapi ada rasa menyesal juga karena dalam kelalaian itu rambatannya di ajir sebelah lumayan erat dan agak perlu kehati-hatian melepasnya supaya tidak patah dan mengembalikan ke ajirnya lalu setiap hari melihat meski sebentar untuk memastikan mereka bertumbuh di jalurnya.

Jadi ingat pelajaran di bagian mengawal kebiasaan dan merawat dengan penuh perhatian jika ada yang perlu diperbaiki.
Perlu dikawal, perlu meluangkan waktu untuk memperhatikan dan merawat.

Setelah salah satu tanaman mencapai puncak ajirnya lalu bagaimana ? 😁 
Karena tujuanku adalah mengendalikan rambat tanaman agar tidak semrawut, maka pilihanku adalah memutar lagi tunas rambatnya ke arah bawah ajir, seperti gambar ini :
(Picture date : 23-08-2020)

Tapi esoknya aku melihat dia memilih untuk naik lagi 😆😆.
(Picture date : 25-08-2020)

Karena dia adalah tanaman dan aku bisa mengendalikannya, jadi dengan perlahan kubelokkan lagi ke bawah. 😆😆
Terpikir untuk memasang jaring untuk arah rambatannya agar lebih leluasa memilih tanpa melirik ajir sebelah, sih... tapi belum kesampaian.

Panjang juga bahas tanaman merambat. 
Di banyak titik proses mereka aku diingatkan bahwa pada tanaman yang aku bisa mengendalikan setiap pergerakan mereka karena mereka. Beda halnya dengan anak-anak yang akan tumbuh dengan naturnya dan kehendaknya yang lebih dinamis dan kompleks.
Usaha meletakkan alur kebiasaan untuk manusia/anak-anak haruslah dipikirkan, direncanakan, dikawal dengan serius. Dan sebelum semua itu perlu menetapkan tujuan di titik jauh sana dan tujuan setiap baby step juga.
Ini yang masih PR,.. 

Pertanyaan yang mungkin muncul : "Tapi kan nggak selamanya anak ada dalam pandangan mata kita, masa mau dikendalikan terus ?"

Inilah bedanya menyiapkan ajir lengkung pada tanaman dengan meletakkan alur kebiasaan baik pada anak. Justru meletakkan alur kebiasaan baik di anak sejak awal bertujuan agar pada waktunya, ketika mereka tidak berada dekat kita, mereka bisa mengambil keputusan-keputusan yang benar dalam hidupnya. Justru ini membuat mereka tidak selalu bergantung kepada orangtuanya. 

Tetap mengingat bahwa ada kasih karunia Allah yang bisa menyelamatkan langkah, tapi tidak boleh menjadi alasan untuk lalai melakukan bagian kita sebagai orang tua.

Laying down the rail...