Senin, 14 September 2020

Home Education (12) - Taman Kanak-Kanak

Dalam pendidikan taman kanak-kanak, kualitas guru adalah bagian yang sangat penting. 
Menurut CM, kualitas langka yang harus dimiliki guru TK adalah : harus lah berbudaya, memiliki pemahaman psikologi dan seni pendidikan, bersimpati pada anak, bersikap bijaksana, memiliki akal sehat, memiliki banyak pengetahuan umum, menyukai alam dan mampu mengelola anak dengan baik.
Dengan guru yang tepat, TK itu indah dan menyenangkan seperti surga.

Merujuk ke kualitas langka itu, Ibu bisalah ya jadi guru TK terbaik buat anak-anaknya. 😉
Apa yang biasanya dilatihkan di TK, bisa dilatihkan di rumah dengan cara yang lebih santai dan disesuaikan dengan rutinitas keseharian anak-anak. Mengenali warna, membedakan bangun ruang, melipat kertas, dll. Semuanya bisa dipelajari dalam bentuk nyata, misal melihat warna dari mengamati tanaman, langit, dan alam sekitar. Bentuk selimut, dan jika dilipat seperti apa.. menggantung handuk setelah mandi, merapikan taplak meja yang kusut,.. dll. Itu akan lebih nyata dan berkaitan dengan keseharian.

Semua kegiatan anak harus tunduk pada tujuan pelatihan. Kita harus tau tujuan/guna/manfaatnya apa ketika kita melatih atau memberi pelajaran kepada anak.

Hal yang khas pada anak usia TK adalah "manis dan ceria". Ada sukacita yang terpancar di matanya.
Guru/Ibu harus segera bertindak dan menanggapi serius jika melihat wajah anak yg tidak bercahaya, redup, tampak tidak bahagia.

Seringkali kita merasa anak-anak berpikir sederhana, padahal dalam banyak kesempatan mereka bergumul dalam hatinya tapi mungkin belum bisa mengungkapkannya. 

Teringat ketika Ben usia 2tahun 9 bulan saat Liv adiknya lahir. Di hari-hari itu sering terjadi mainan yang jatuh (dengan sengaja) dari tangga atau jatuh dari balkon, atau suara mainannya lebih keras dari biasanya. Aku merasa ada sesuatu yang berbeda dari rautnya meskipun Ben juga tampak sangat sayang pada adiknya, terlihat dari tatapannya ketika mereka tandem nursing (menyusu bersama).
Suatu sore minta mamaku jaga Liv sebentar ketika tidur dan ajak Ben jalan sore berdua saja. Sepanjang jalan tanganku digenggaaam erat,.. dan Ben bilang : "Ben senang jalan berdua gini sama mama" dengan wajah yang sangat gembira.
Ah, betapa di usia itu anak sudah menyimpan sesuatu yang cukup komplex ya.
Sejak itu aku selalu berusaha menggali isi hatinya, memberi waktu kalau-kalau dia ingin cerita sesuatu. 

Anak-anak bukan kertas putih itu.. yang bisa diwarnai seperti yang kita mau.
Mereka dan imajinasinya juga sangat luas.. terlalu luas untuk hanya diminta melipat kertas dan mewarnai.. dan seringkali terlibat dalam pentas yang ada di TK tampak membuat anak bahagia.. ketika mereka tampil, lalu orang bertepuk tangan.
Sungguhkah mereka bahagia ? Atau mereka melakukan itu untuk menghibur guru dan orangtua saja.. supaya kita senang.. 

Banyak hal yang baik di TK, tapi rumah tetap tempat terbaik untuk bermain dan belajar (jika di rumah ada Ibu pendidik yang punya setidaknya beberapa kualitas langka di atas 🤭).

Diskusi kemarin sempat menyinggung analogi sesat mengenai kehidupan taman yang tertata rapi dan menyenangkan dimana anak seperti  tanamannya.
Jadi teringat experimenku tentang tanaman rambat dan ajir lengkungnya.

Anak/manusia punya sejuta karakteristik berbeda dengan tanaman,.. keteraturan tetap perlu, tapi membatasi ruang gerak di masa pertumbuhannya akan membuatnya sulit berkembang (kalau terlalu jahat untuk disebut menjadikannya kerdil).

Membaca singkat cuplikan hidup Helen Keller juga sangat menarik.. Dia yang buta secara fisik membuka mataku bahwa sosok guru yang tepat memaksimalkan fungsi indera yang ada membuat Helen tetap bisa menikmati indahnya dunia.

Diceritakan di usia 19 bulan Helen mengalami meningitis yang membuatnya kehilangan pengelihatan dan pendengaran.. masa kecilnya hidup dalam gelap dan tidak terhubung dengan dunia luar. Tapi dalam keterbatasannya itupun ada kesan yang diingat dari alam, seperti : ada mawar, ada cinta.
Sampai suatu waktu di usianya 7 tahun, ada keajaiban dalam hidupnya yang diawali oleh kedatangan gurunya. Kisah ini ditulis sendiri (tanpa bantuan dan tanpa revisi) oleh Helen Keller dalam bukunya yang berjudul : The Story of My Life. Helen mengumpamakan kedatangan gurunya ini seperti Israel keluar dari Mesir.. semacam kemerdekaan.. segitunya ya.
Aku belum baca, dicari dulu.. cuplikannya menarik.

Anne Sulivan yang adalah sosok yang masuk akal, sopan, dan mempercayai sumber dayanya sendiri. Anne sejak awal sadar bahwa pekerjaannya adalah membebaskan kepribadian muridnya, bukan melumpuhkan/membatasi. Dia membutakan dirinya selama beberapa tahun dan berada di sebuah Institut Tuna Netra. Dia tidak mau Helen dijadikan eksperimen dan juga tidak menggunakan materi TK yang disarankan. 
Dia merasa sistem pendidikan yang rumit dan khusus dibangun dengan anggapan bahwa anak adalah sejenis idiot yang harus diajari cara berpikir. Padahal jika dibiarkan, anak akan berpikir lebih baik hari demi hari meski akan mengambil waktu lebih lama. 
Di usia kanak-kanak, biarkan mereka datang dan pergi berpendapat semau yang mereka pikirkan tanpa harus dibentuk dalam sebuah kelas dengan meja-meja menghadap guru yang selalu mengarahkan. 

Koq aku tiba-tiba teringat proses pematangan buah alami vs karbit yah ? 

Pengingat agar jangan sampai kita sendiri yang membangun tembok perkembangan anak.. tembok yang akan lebih menghambat daripada keterbatasan fisik yang ada.


#HomeEducation
#CharlotteMasonSeries
#OnlineDiscussion
#RefleksiNarasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar