Minggu, 04 Oktober 2020

Home Education (15) - Narasi dan Menulis

Beberapa waktu belakangan ini di diskusi CM aku jadi lebih sering mendengar kata narasi. Setelah habit training, narasi adalah "andalan" dalam metode CM, sepaket dengan living book.

Terakhir mendengar kata narasi ini ketika aku di bangku SMP, tepatnya di mata pelajaran bahasa Indonesia. Seingatku narasi ini semacam mengembangkan paragraf, dan membentuk sebuah karangan. Sampai di situ saja yang kuingat. 

Tidak menyangka bahwa narasi ini cakupannya luas sekali dan sebenarnya adalah sesuatu yang alami di kehidupan sehari-hari jika dibiasakan.
Apalagi dalam kehidupan keseharian anak, menceritakan ulang kejadian yang baru dia alami atau beberapa waktu lalu dia alami adalah bentuk dari narasi. Sesuatu yang membekas dalam ingatan nya yang disampaikan ulang dengan bahasanya sendiri (sebagai konsekwensi alami yang dia terima ketika menaruh perhatian penuh terhadap sesuatu).
Bukan hal yang baru ya narasi ini. Baik di anak maupun orang dewasa, narasi sudah ada dalam diri kita. Hanya perlu alasan untuk melakukannya dengan mudah, rajin, berurutan, detail dengan pilihan kata yang tepat tanpa melebih-lebihkan. Ya, seperti ketika saat ini aku menulis narasi ini (terasa agak sulit kadang, karena lama tidak membiasakan 😅).

Bisa dikatakan narasi ini adalah kemampuan alami yag dimiliki setiap anak, tapi jarang dimanfaatkan untuk pendidikannya.

Diskusi kemarin membahas bagaimana narasi ini dimanfaatkan dan itu runut dilakukan.
Sampai anak usia 6 tahum biarkan anak menarasikan apapun hanya ketika dia mau, tidak perlu meminta untuk menceritakan apapun jika dia tidak mau. Kecenderungan anak kecil adalah dia akan bercerita apapun kepada yang mau mendengarkan ceritanya.
Ah, iya ya, benar sekali. Begitu mereka bisa bicara, Ben dan Liv tak berhenti mencari waktu dan menceritakan apapun yang menarik buat mereka. 😂

Apa yang dinarasikan ?
Jika tujuan adalah untuk mengisi pikiran-pikiran anak dengan hal-hal yang baik, tentunya kita perlu memberi asupan bacaan dan pengalaman yang juga berkualitas baik. Pengalaman bermain dan mengamati di alam terbuka, membacakan buku-buku yang berisikan ide yang hidup (living book).

Memanfaatkan narasi dalam proses belajar anak (usia di atas 6 tahun) bisa dilakukan dengan memintanya menceritakan apa yang telah dibacakan padanya setelah sekali dengar. Ini akan melatihnya untuk lebih memberi perhatian penuh pada pelajarannya. Tentunya dalam praktiknya kita perlu mengenali kemampuan anak, dan memberi bacaan/membacakan sesuai usianya dan biasanya durasi belajarnya tidak panjang.
Jika bukunya sesuai dan anak menaruh perhatian penuh kepada apa yang dibacakan, maka anak akan bisa menarasikan bacaannya. Beri anak waktu untuk menyelesaikan narasinya. Tidak perlu mengkoreksi anak saat anak sedang bercerita.
Pelajaran narasi waktunya biasanya tidak lebih dari 15 menit.
Haha.. ketika mendengar bagian ini rasanya mustahil. 15 menit ? beneran 15 menit ?
Belum mencoba, tapi rasanya masuk akal juga. Karena rentang konsentrasi yang efektif untuk mendengar/belajar di kebanyakan anak memang tidak terlalu panjang, dan memang lebih  baik juga ya kalau durasi pendek tapi anak memang paham apa yang sedang dibaca/dipelajari daripada berlama-lama tapi jejak kejenuhan dan keruwetan mulai mendekat.

Beberapa hari lalu papa nya membacakan free read ke Ben tentang nenek tua yang tinggal dalam sepatu raksasa (salah satu isi buku terjemahan Charlotte's Web). Cerita yang sama sekali baru juga bagiku yang mendengar di samping mereka. Selesai papanya membacakan, aku meminta Ben menceritakan yang didapat dari cerita itu dan awalnya terdiam sejenak, menginngat, menghela nafas 😜.. lalu mulai cerita pelan-pelan, lalu mulai lancar dengan bahasanya dan ekspresinya, kemudia mencoba membuat aku mengerti dengan cerita itu. Ada bagian yang dia seperti mencoba menjelaskan padaku: "tadi gak dibilang sih di bukunya kalau naga itu di depan pintu penjara, tapi kayaknya abang rasa naga itu pasti di depan pintu penjara untuk jaga supaya si bapaknya itu nggak bisa kabur". (mungkin ekspresi wajahku tampak tidak paham sehingga dia merasa perlu menjelaskan 😀).
Dalam benakku : "ini ya yang bisa dilakukan anak usia 6 tahun". Pesan yang disampaikan bacaan itu menurutku bisa diterima dengan benar.

Masih mencoba mengeksplor dan melatih kebiasaan narasi ini ke diri sendiri dan juga anak-anak. 
Makin terasa juga dengan buku-buku tertentu, ada "sesuatu yang hidup dan berkembag" di pikiran mereka sehingga bacaan itu tidak berhenti ketika buku selesai dibacakan.

Sesi kemarin juga belajar mengenai menulis.
Urutan berikutnya setelah tahapan-tahanap mengenal huruf, suku kata, kata, kalimat, membaca, dan narasi.

Diingatkan untuk sejak awal belajar menulis, anak harus dibiasakan untuk menyelesaikan dengan sempurna. Tidak membiarkan tulisan serampangan. Hal yang agak sedikit berbeda dengan yang selama ini umum dibiasakan di banyak tempat. 
Meskipun sebuah huruf, sebuah lengkungan atau garis, haruslah diselesaikan dengan sempurna (perfect execution). Waktu belajar menulis ini singkat saja, tidak lebih dari 5-10 menit. Bisa dimulai dari huruf-huruf mudah, seperti : i, j, l. Huruf-huruf yang tampak mudah, tapi harus dilakukan dengan serius, benar, dan indah.

Anak perlu dilatih menyalin sebelum mulai menulis. Kita perlu memastikan anak menyalin huruf dengan sempurna dan tidak boleh menyalin yang salah. Bisa dengan meletakkan karya tulis yang bagus di depannya untuk disalin, tidak perlu terburu-buru tapi perlu memastikan dilakukan dengan benar sejak awal.

Teringat laying down the rail. Membangun sejak awal yang benar mungkin agak lama, tapi akan lebih mudah dan cepat daripada memperbaiki sesuatu kebiasaan buruk yang sudah terbentuk. Inipun berlaku untuk menulis.

Sepertinya akupun perlu belajar ulang mengenai menulis. 😂
Mari belajar bersama, nak.


#HomeEducation
#CharlotteMasonSeries
#OnlineDiscussion
#RefleksiNarasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar