Jumat, 07 Agustus 2020

Home Education (8) - Habit of Attention

Seseorang tidak pernah terlalu tua untuk mempelajari kebiasaan baru, meskipun akan perlu waktu yang lebih lama.

Ketika berpikir dan berencana untuk melatih kebiasaan baik pada anak, seringkali pada akhirnya kita harus mengawali dengan melatih kebiasaan baik itu pada diri sendiri terlebih dahulu.

Ibu yang meluangkan waktu untuk mengajarkan kebiasaan baik pada anak-anaknya akan membuat hari-harinya lebih lancar dan lebih mudah di kemudian hari. 

Ada baiknya untuk membuat perencanaan dalam bentuk daftar mengenai kebiasaan-kebiasaan baik yang perlu dilatih, dan melatihkan lakukan step by step (supaya gak stress juga sih kalau kita langsung ingin melakukan banyak perubahan 😁).

Perlu diingat bahwa kebiasaan yang bertahan lama adalah kebiasaan-kebiasaan yang tidak dia usahakan untuk ditanamkan, yakni kebiasaan yang diserap anak-anak secara tidak sadar melalui pengamatan akan cara hidup, bertutur-kata, menyatakan perasaan, kelembutan, kesopanan, keteruterangan yang tulus, menghormati orang lain, dll yang ada dalam kehidupan keluarga (home atmosphere). Jika ternyata home atmosphere yang ada saat ini ternyata tidak seperti itu, maka home atmoshphere ini termasuk hal yang perlu dibenahi dan dimasukkan ke dalam list.

Di diskusi kali ini membahas beberapa kebiasaan baik (habit) yang perlu perlatihan (dan perhatian) khusus:

  1. Habit of Attention
  2. Habit of thinking
  3. Habit of imagining
  4. Habit of remembering 
  5. Habit of perfect execution
Dari kesemua kebiasaan ini, yang paling dasar yang perlu dilatih adalah habit of attention (kebiasaan untuk memusatkan perhatian).
CM menyampaikan bahwa kemampuan anak/manusia untuk habit no 2-6 akan bertumpu pada habit of attention.

Pikiran manusia tidak pernah dalam kondisi berhenti, setiap saat selalu ada hal-hal yang bermunculan di otak dan sering kali ketika membahas sesuatu subjek, pikiran manusia mengkait-kaitkan aneka rupa informasi yang berkaitan dengan subjek tersebut dan seringnya itu diluar konteks.

Contohnya, ketika sedang ingin menjelaskan ke seorang anak mengenai bagaimana proses pembuatan gelas dan untuk apa kaca digunakan. Kita memancing rasa penasarannya tentang kaca, tapi dalam pikiran si anak muncul ide-ide lain seperti sepatu kaca cinderella, perahu kaca, lalu meluas pada kapal atau kacamata, dll. Ya semua berkaitan dengan kaca memang, tapi konteksnya sudah meluas dan fokus awal mengenai pembuatan gelas "ditinggalkan" begitu saja.

Dari diskusi yang ada, aku menemukan bahwa sebenarnya pikiran yang berseliweran (mengasosiasikan/mengkaitkan 1 topik dengan topik lainnya) adalah hal yang alami.. pikiran kita seringkali mengasosiasikan ini dan itu tanpa makna.
Itulah yang perlu dilatih : untuk kembali ke topik yang sedang dibahas. Latihan untuk bisa mengendalikan pikiran-pikiran yang berseliweran itu dan memilah-milah mana yang benar-benar berkaitan dengan konteks yang sedang dibahas.

Upaya mengendalikan diri ini dicapai dengan kedewasaan, dan anak-anak tidak memiliki itu. Bagaimana anak bisa menjaga perhatiannya pada topik tertentu (misal pelajaran) jika pikirannya ingin memikirkan boneka mainannya ? 😆
Haha.. i know how it feel, baby.. 😅

Di sinilah kesalahpahaman akan anak sering terjadi,.. ketika kita merasa anak-anak tidak perduli, nakal, dlsb,.. bukan.. bukan itu.. mereka hanya sedang tidak tertarik. 

Ternyata pelatihan pemusatan perhatian ini sudah bisa dilakukan sejak bayi. Tugas ibu adalah memastikan anak melihat cukup lama pada suatu hal untuk kemudian si anak benar-benar menjalin relasi dengan hal tersebut. Sifat bawaan anak-anak adalah segera lupa hal yang satu ketika muncul hal lain yang tiba-tiba terasa lebih menarik,.. di situlah bagian ibu menolong untuk "mengembalikan" perhatiannya ke hal yang tadinya hampir dilupakan. Dan apa yang akan membuat ini berhasil ? Ibu harus menghabiskan/meluangkan waktu dengan anaknya untuk melatih kebiasaan penuh perhatian (habit of attention) ini.

Ketika anak beranjak lebih besar, terjadi pergeseran dari benda ke kata-kata. Ketika benda konkrit diungkapkan dalam bentuk tulisan. Anak yang sudah terbiasa memusatkan perhatian pada bendapun berpotensi besar mengalami kesuliatan untuk mempertahankan perhatiannya pada kata-kata. 

Dalam konteks belajar, jangan biarkan anak membuang waktu saat membaca salinan, duduk menghayal dengan buku di hadapannya. Ketika mulai terlihat dungu atau pikiran mengembara dengan pelajarannya, hentikan semuanya itu dan biarkan dia melakukan sesuatu yang sama sekali berbeda. Ibu harus mengerahkan akalnya untuk menjadikan pelajaran itu jelas dan menyenangkan. Dan anak perlu tahu bahwa ia tidak boleh memikirkan pikiran mengembara.

Membuat jadwal akan menolong anak untuk mengetahui bahwa sesuatu itu akan dilakukan dalam waktu yang terbatas, dan dia perlu memaksimalkan waktu itu untuk memastikan pekerjaan/tugas yang diberikan selesai. Contoh praktisnya memberi bacaan dari living book. Nilai kemampuan mereka konsentrasi dan kemampuan naraso. Jeli melihat kemampuan anak di short lesson dan menarasikan kembali. Ketika dia bisa menarasikan, beri apresiasi --- tapi yang di puji adalah karakternya : penuh perhatian, bukan hasil narasinya

Perhatikan hasrat anak,.. pujian atau hadiah mungkin bisa digunakan. Tapi, jika hadiah harus digunakan maka hadiah haruslah merupakan konsekuensi alami dari kelakuan baiknya. Anak berhak dapat hadiah (konsekuensi alami) jika menyelesaikan tugas. Misal, jika dia diberi waktu 30 menit untuk melakukan sesuatu dan dia bisa menyelesaikan dalam 20 menit, maka dia berhak atas hadian 10 menit untuk melakukan sesuatu yang dia sukai. 

Jika beri hadiah, beri sealami mungkin, karena kalau mengada-ada akan mengaburkan motif.

Dalam fakta kehidupan, seringkali orang-orang dihargai dengan hadiah atau pujian tergantung pada pencapaiannya. Ada faktor persaingan, iri, dan terkadang dendam. Ini yang seringkali diharapkan sebagai latihan mental anak, jika dia mengalami persaingan di sekolah.

CM mengatakan bahwa di rumahpun Ibu bisa mengajarkan anak untuk tidak sombong saat menang, tidak marah saat kalah, dan dengan cinta dan banyak penerimaan seorang anak bisa bersukacita atas keberhasilan saudaranya yang lain untuk mengimbangi kekecewaan atas kegagalannya, atau kesedihan yang dirasakannya saat saudaranya kalah bisa mengikis egoisme manakala dia menang.

Nilai sering juga digunakan untuk menarik perhatian dan usaha anak, karena itu sebaiknya dalam melatih kebiasaan memusatkan perhatian ini, nilai didasarkan lebih pada perilaku dan upaya, bukan pada kepandaian akademik.

Perhatian bukanlah suatu kemampuan otak secara khusus, bukan panca indera dan bukan pekerjaan otak. Perhatian adalah mengerahkan segala daya upaya pada hal yang sedang dihadapi, dan itu dapat dikembangkan menjadi kebiasaan


#HomeEducation
#CharlotteMasonSeries
#OnlineDiscussion
#RefleksiNarasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar